[Mendirikan PT] Company Law

Cara Mendirikan Perseroan Terbatas

A. LANGKAH-LANGKAH MENURUT KUHD

1. Persyaratan

Akta pendirian suatu perusahaan harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a) Dibuat dalam bentuk otentik sesuai dengan pasal 38 KUHD;
b) Memperoleh persetujuan dari Menteri Kehakiman RI menurut Pasal 36 KUHD;
c) Didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri di daerah hukum tempat perseroan, dan
d) Diumumkan dalam Berita Negara RI, sesuai dengan pasal 38 KUHD.

Keempat hal ini merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi, agar suatu PT yang didirikan sah menjadi badan hukum.

Masing-masing syarat tersebut lebih lanjut dapat dijelaskan di bawah ini.

1. Akta Pendirian sebuah PT harus dibuat dalam bentuk otentik dengan ancaman akan batal. Maksudnya adalah Akta Pendiriannya harus dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, yaitu dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat. Yang dimaksud pejabat umum disini adalah Notaris. Jadi harus dibuat oleh atau di hadapan Notaris. Bila tidak dibuat demikian, maka akta tersebut dianggap batal.
2. Persyaratan berikutnya adalah Akta Pendirian yang telah dibuat oleh Notaris, harus diajukan kepada Menteri Kehakiman RI untuk memperoleh persetujuannya. Tahap ini merupakan langkah awal untuk sahnya suatu pendirian suatu Perseroan Terbatas.

Menteri kehakiman RI setelah mempelajari dan mempertimbangkan dengan seksaman permohonan yang diajukan tersebut, akan mengeluarkan Keputusan Menteri yang isinya menetapkan bahwa: memberikan persetujuan atas Akta Pendirian tersebut.


2. Persetujuan Menteri Kehakiman

Ada suatu hal yang perlu dicatat, yaitu Surat Keputusan Persetujuan oleh Menteri Kehakiman RI memuat klausula yang berbunyi:
"Menyatakan bahwa PT ini baru dianggap badan hukum setelah mendapatkan pengesahan dari Departemen Kehakiman, pendaftaran pada Pengadilan Negeri yang bersangkutan dan pengumuman dalam Berita Negara RI".

Apa artinya?

Ini menunjukan bahwa sebelum suatu PT diakui sebagai badan hukum, maka PT tersebut belum bisa bertindak melakukan perbuatan hukum. Dengan kata lain tidak bisa melakukan kegiatan transaksi, seperti melakukan jual beli, membuat perjanjian dan lain sebagainya (rechtsbetrekkingen).
Kemudian pada tanggal 26 Oktober 1972, hal tersebut telah diubah menjadi eprsetujuan pengesahan tidak lagi dengan memakai klausula tersebut. Dengan demikian maka perusahaan sudah mulai dapat menjalankan kegiatannya tanpa harus menunggu sampai pendirian perusahaan diumumkan dalam Berita Negara RI.



3. Dasar Pertimbangan

Pertimbangan yang dipergunakan dalam memberikan persetujuan atas pendirian suatu PT adalah apabila pendirian tersebut:

1. Tidak bertangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum menurut Pasal 37 KUHD;
2. Tidak ada keberatan-keberatan yang penting terhadap pendiriannya;
3. Tidak memuat ketentuan-ketentuan yang berlawanan dengan hal-hal yang diatur dalam KUHD Buku Kesatu Bab III Bagian 3 mengenai PT, yaitu mulai Pasal 38 sampai dengan Pasal 55.



4. Cara pemberian Persetujuan

Persetujuan yang diberikan oleh Menteri Kehakiman itu ada 2 macam:

1. Bersyarat, yaitu persetujuan diberikan dengan catatan bahwa perseroan akan bersedia dibubarkan apabila MENTERI Kehakiman menanggap perlu untuk kepentingan umum;
2. Tanpa Syarat, yaitu persetujuan diberikan tanpa catatan yang artinya tidak bisa dibubarkan kecuali oleh Mahkamah Agung atas dasar ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Sebaliknya apabila pendirian PT tidak disetujui, maka alasan untuk itu disampaikan kepada pemohon agar diketahui, kecuali pemberitahuan itu dianggap tidak sepantasnya.
Tahap berikutnya adalah mendaftarkan pendirian PT pada Kantor Panitra Pengadilan Negeri daerah hukumnya meliputi daerah dudukan atau domisili perseroan atau PT tersebut, dan yang terakhir adalah pengumuman atau diumumkan secara resmi dalam Berita Negara RI.
Dengan telah melaksanakannya keempat tahap atau langkah tersebut di atas, maka tuntaslah pelaksanaan pemenuhan syarat yang diharuskannya, sehingga PT telah berdiri sebagai badan hukum yang sah/sempurna.
Biasanya dalam praktek keempat syarat tersebut dikuasakan dan dilaksanakan oleh Notaris yaitu setelah dibuat dan diselesaikannya Akta Pendirian oleh Notaris yang dihadiri dan ditandatangani oleh para Pendiri atau para pemegang saham perseroan.

keatas

B. PROSES BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO.I TAHUN 1995

1. Pendirian

Selanjutnya dengan keluarnya Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang mulai berlaku pada tanggal 7 Maret 1996, maka sekaligus menggantikan Buku Kesatu Bab III Bagian Ketiga tentang Perseroan Terbatas, Pasal 36 sampai dengan Pasal 56 KUHD, kecuali segala peraturan pelaksanaannya berikut segala perubahannya terakhir dengan UU No. 4 Tahun 1974 dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan UU No. 1 Tahun 1995.

a. Persyaratan

"Perseroan Terbatas didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia". Dalam definisi atau persyaratan ini terdapat unsur-unsur pokok: "oleh dua orang", "akta notaris" dan "bahasa Indonesia".
Dua orang maksudnya bahwa pendirian sekurang-kurangnya harus ada dua, tidak boleh satu. Mengapa? Karena dalam mendirikan perusahaan (badan hukum) harus didasarkan pada "perjanjian" atau yang disebut "asas kontraktual". Kalau orang hendak membuat perjanjian sekurang-kurangnya harus ada dua orang atau dua pihak. Ketentuan ini menegaskan prinsip yang berlaku berdasarkan undang-undang tersebut yaitu "prinsip perjanjian". Oleh karena itu pula "orang" disini diartikan baik "orang perseorangan" maupun orang dalam pengertian "artificial person atau natuurlijk person " yaitu badan hukum. Jadi bisa orang perseorangan, dan bisa badan hukum.

Kemudian dibuat dengan "akta notaris" yang berarti harus otentik, tidak boleh di bawah tangan melainkan dibuat oleh pejabat umum, dan dalam "bahasa Indonesia", bukan dalam bahasa Inggris stsu bahasa-bahasa lain. Tetapi itu bukan berarti bahwa tidak boleh diterjemahkan kedalam bahasa lain!
Namun demikian perlu diperhatikan persyaratan "dua orang" ini pengecualiannya. Persyaratan yang menentukan bahwa perusahaan harus didirikan oleh "dua orang" atau lebih tersebut, tidak berlaku bagi perseroan yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Hal ini bisa terjadi, karena pendirian BUMN didasarkan pada peraturan perundang-undangan tersendiri, karena mempunyai status dan karakteristik yang khusus.
Bagaimana kalau setelah perseroan ini didirikan dan disahkan menjadi badan hukum, kemudian pemegang sahamnya menjadi kurang dari satu atau tinggal hanya satu pemegang saham?

Undang-undang mewajibkan bahwa pada saat pendirian, setiap pendirian harus mengambil bagian saham atau sejumlah saham. Tetapi apabila ternyata kemudian setelah pengesahan, pemegang saham perseroan menjadi kurang dari dua orang, maka undang-undang mewajibkan pemegang saham bersangkutan untuk mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak keadaan tersebut. Di sini terselip lagi istilah "orang lain" yang maksudnya adalah orang yang tidak merupakan kesatuan harta, atau tidak memiliki harta bersama yaitu antara pemegang saham.

Apakah suami istri dalam satu rumah tangga termasuk dalam pengertian merupakan satu kesatuan harta? Secara umum, memang suami istri berada dalam kesatuan harta. Namun, apabila pada saat melangsungkan perkawinan, suami istri tersebut membuat perjanjian kawin atau pisah harta, maka dia buka dalam kesatuan harta.

Bagaimana halnya apabila setelah batas waktu 6 (enam) bulan sebagaimana yang ditentukan tersebut terlampaui, dan sebagian sahamnya belum juga dialihkan kepada orang lain atau pemegang sahamnya tetap kurang dari 2 (dua) orang? Dalam keadaan demikian maka pemegang saham bertanggung jawab secara pribadi atas segala perikatan atau kerugian perseroan, dan atas permohonan pihak yang berkepentingan, Pengadilan Negeri dapat membubarkan perseroan.

b. Pengesahan dan Persetujuan

Langkah berikutnya adalah pengajuan permohonan kepada Menteri Kehakiman RI untuk memperoleh pengesahan. Para pendiri bersama-sama atau kuasanya - bisa Notaris atau orang lain yang ditunjuk berdasarkan surat kuasa khusus - mengajukan permohonan tertulis dengan melampirkan Akta Pendirian perseroan. Tidak seperti sebelumnya, dalam undang-undang ini dengan tegas dinyatakan bahwa pengesahan diberikan dalam waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak permohonan diterima. Maksudnya adalah bahwa permohonan yang diajukan tersebut harus diterima oleh pejabat bersangkutan, sudah memenuhi syarat dan kelengkapan yang diperlukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Dalam hal permohonan ditolak, maka penolakannya harus diberitahukan kepada pemohon secara tertulis beserta alasannya, dan pemberitahuan inipun ada batas waktunya yaitu dilakukan dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak permohonan diterima.
Di sini perlu diperhatikan bahwa terdapat penggunaan kata-kata dan istilah yang berbeda antara pengertian menurut KUHD dan berdasarkan UU No. 1 Tahun 1995 atau UUPT.

Menurut KUHD permohonan diajukan untuk memperoleh "persetujuan", sedangkan berdasarkan UUPT, permohonan diajukan untuk memperoleh "pengesahan", yang kedua-duanya maksudnya sama. Hanya saja berdasarkan UUPT, kata "persetujuan" tetap ada, tetapi dipergunakan dalam kaitan untuk melakukan perubahan terhadap Anggaran Dasar perusahaan. Dalam hal melakukan perubahan atas Anggaran Dasar, maka pengajuan permohonannya adalah untuk memperoleh "persetujuan" Menteri Kehakiman. (Ingat, bukan pengesahan!).



c. Perseroan Memperoleh Status Badan Hukum

Pertanyaan selanjutnya, bilakah suatu perseroan yang didirikan, memperoleh status badan hukum? Perseroan memperoleh status badan hukum, setelah Akta Pendirian yang dibuat dengan akta notaris sebagaimana disebutkan di atas, memperoleh pengesahan dari Menteri kehakiman! Perlu diketahui bahwa dalam pembuatan Akta Pendirian perseroan, pendiri dapat diwakili oleh orang lain berdasarkan surat kuasa.



d. Akta pendirian

Akta pendirian menurut Anggaran Dasar dan Keterangan lain, sekurang-kurangnya: nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan kewarganegaraan pendiri;

1. Dalam mendirikan perseroan diperlukan kejelasan mengenai kewarganegaraan pendiri, karena pada dasarnya badan hukum Indonesia yang berbentuk PT didirikan oleh warga negara Indonesia, namun demikian kepada warga negara asing diberikan kesempatan untuk mendirikan badan hukum Indonesia yang berbentuk PT sepanjang undang-undang yang mengatur bidang usaha perseroan tersebut memungkinkan, atau pendirian perseroan tersebut diatur dengan undang-undang tersendiri.
2. Susunan, nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan kewarganegaraan anggota Direksi dan Komisaris yang pertama kali diangkat; dan
3. Nama pemegang saham yang telah mengambil bagian, rincian jumlah saham, dan nilai nominal atau nilai yang diperjanjikan dari saham yang telah ditempatkan dan disektor pada saat pendirian.



e. Larangan dan Keharusan

Ada beberapa hal yang patut memperoleh perhatian berkenaan dengan Akta Pendirian yaitu adanya larangan bahwa Akta Pendirian tidak boleh memuat:

1. Ketentuan tentang penerimaan bunga tetap atas saham; dan
2. Ketentuan tentang pemberian keuntungan pribadi kepada pendiri atau pihak lain

Serta adanya keharusan berkenaan dengan perbuatan hukum yang berkaitan dengan susunan dan penyertaan modal serta susunan saham perseroan yang dilakukan pendiri sebelum perseroan didirikan, harus dicantumkan dalam Akta pendirian sebagai berikut:

1. Perbuatan hukum yang dimaksudkan antara lain mengenai penyetoran saham dalam bentuk atau cara lain dari pada uang tunai.
2. Naskah asli atau salinan resmi akta otentik mengenai perbuatan hukum tersebut di atas dilekatkan pada Akta Pendirian. Justru semua dokumen yang memuat perbuatan hukum yang terkait dengan pendirian perseroan yang bersangkutan harus ditempatkan sebagai satu kesatuan dengan Akta pendirian, dengan cara melekatkan atau menjahitkan dokumen tersebut sebagai satu kesatuan dengan Akta Pendirian.

Apabila pencantuman perbuatan hukum dan pelekatan seperti dimaksudkan di atas terpenuhi, perbuatan hukum tersebut tidak menimbulkan hak dan kewajiban bagi perseroan kecuali dikukuhkan menurut cara yang telah ditentukan.



f. Pengukuhan

Sebelum perseroan disahkan, biasanya pendiri melakukan berbagai kegiatan untuk kepentingan perseroan. Perbuatan-perbuatan tersebut mengikat perseroan setelah perseroan menjadi badan hukum, yaitu apabila:

1. Perseroan secara tegas menyatakan menerima semua perjanjian yang dibuat oleh pendiri atau orang lain yang ditugaskan oleh pendiri dengan pihak ketiga;
2. Perseroan secara tegas menyatakan mengambil alih semua hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian yang dibuat oleh pendiri atau orang lain yang ditugaskan oleh pendiri, walaupun perjanjian tersebut tidak dilakukan atas nama perseroan; atau
3. Perseroan mengukuhkan secara tertulis semua perbuatan hukum yang dilakukan atas nama perseroan.

Perlu dijelaskan bahwa perbuatan hukum pendiri tersebut dilakukan oleh pendiri setelah perseroan didirikan tetapi belum disahkan menjadi badan hukum. Terhadap perbuatan hukum tersebut perseroan bisa menerima, mengambil alih, atau mengukuhkan, tetapi bisa juga justru sebaliknya yaitu menolak.
Dalam hal perbuatan hukum pendiri ditolak, tidak diambil alih atau tidak dikukuhkan oleh perseroan sebagaimana disebutkan di atas, maka masing-masing pendiri bertanggung jawab secara pribadi atas segala akibat hukum yang timbul.
Bagaimana caranya perseroan mengukuhkan perbuatan-perbuatan hukum tersebut?
Kewenangan demikian ada pada RUPS, nama RUPS belum dapat diselenggarakan segera setelah perseroan disahkan. Oleh karena itu maka pengukuhan dilakukan oleh seluruh pendiri, pemegang saham dan direksi,



2. Pendaftaran dan Pengumuman

Langkah terakhir dalam rangka pendirian suatu PT adalah pendaftaran dan pengumuman seperti berikut ini.

a. Pendaftaran

Setiap perusahaan wajib didaftarkan dalam daftar perusahaan. Direksi eprseroan wajib mendaftarkan perusahaan dalam daftar perusahaan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan (WDP).
Hal-hal yang wajib didaftarkan adalah:

1. Akta pendirian sesuai dengan pengesahan Menteri Kehakiman.
2. Akta perubahan Anggaran Dasar beserta surat persetujuan Menteri Kehakiman;atau
3. Akta perubahan Anggaran Dasar beserta Laporan kepada Menteri Kehakiman.

Pendaftaran Akta Pendirian dan akta-akta perubahan tersebut di atas wajib dilakukan dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah pengesahan atau persetujuan diberikan atau setelah penerimaan laporan.



b. Pengumuman

Perseroan yang telah didaftarkan tersebut diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI yang permohonan pengumumannya dilakukan oleh Direksi dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak pendaftaran. Tata cara pengajuan permohonan pengumuman dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selama pendaftaran dan pengumuman tersebut belum dilakukan, maka anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas segala perbuatan hukum yang dilakukan perseroan. Pelanggaran atau kelalaian atas pelaksanaan kewajiban untuk mendaftarkan sesuai dengan peraturan yang berlaku, diancam dengan sanksi pidana atau perdata. Lebih jauh mengenai masalah pendaftaran, diuraikan dalam bab tersendiri mengenai Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan.



3. Sanksi

Sesuai dengan pendaftaran dan pengumuman yang harus dilaksanakan oleh Direksi sebagaimana diutarakan di muka, patut diperhatikan bahwa dalam hal ini sanksi hukum yang bisa dikenakan terhadapnya adalah sanksi perdata dan sanksi pidana! Dalam hal apa sanksi perdata dan yang mana sanksi pidana, simak penjelasan berikut ini.

Sebagaimana telah disebutkan di muka bahwa selama pendaftaran dan pengumuman atas berdirinya perseroan belum dilaksanakan, maka (anggota) Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas segala perubahan atau tindakan hukum yang dilakukan perseroan sesuai dengan bunyi pasal 23 UUPT. Pasal ini mengatur sanksi perdata bagi Direksi perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban untuk mendaftarkan perseroan dalam Daftar Perusahaan dan mengumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI menurut UUPT.

Selain kewajiban Direksi dalam hal pendaftaran berdasarkan UUPT, Direksi juga terikat untuk melaksanakan kewajiban pendaftaran berdasarkan UU-WDP, yang apabila dengan sengaja atau karena kelalaiannya tidak memenuhi kewajiban diancam dengan pidana penjara atau denda. Jadi UU-WDP mengatur sanksi pidana bagi direksi yang melalaikan atau tidak memenuhi kewajiban dan tindak pidana yang dilakukan merupakan kejahatan.

Oleh karena itu perlu diperhatikan khususnya bagi mereka yang mengemban tanggung jawab tersebut dan yang terlibat langsung yaitu "person in charge" untuk melaksanakan kewajiban tersebut, seyogianya memahami ketentuan tersebut.
Pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan yang mengatur sanksi pidana sebagai berikut:

Pasal 32

1. Barang siapa yang menurut undang-undang ini dan atas peraturan pelaksanaannya diwajibkan mendaftarkan perusahaannya dalam Daftar Perusahaan yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya tidak memenuhi kewajibannya, diancam dengan pidanan penjara selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau pidana pada setinggi-tingginya Rp. 3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini merupakan kejahatan.

Pasal 33

1. Barang siapa yang melakukan atau menyuruh melakukan pendaftaran secara keliru atau tidak lengkap dalam Daftar Perusahaan diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau pidana denda setinggi-tingginya Rp. 1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah).
2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini merupakan pelanggaran.

Pasal 34

1. Barang siapa tidak memenuhi kewajiban menurut undang-undang ini dan atau peraturan-peraturan pelaksanaannya untuk menghadap atau menolak untuk menyerahkan atau mengajukan sesuatu pernyataan dan atau keterangan lain untuk keperluan pendaftaran dalam Daftar Perusahaan diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 2 (dua) dua bulan atau pidana denda setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini merupakan pelanggaran.

Pasal 35

1. apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 32, 33, dan 34 undang-undang ini dilakukan oleh suatu badan huku, penuntutan pidana dikenakan dan pidana dijatuhkan terhadap pengurus atau pemegang kuasa dari badan hukum itu.
2. Ketentuan ayat (1) pasal ini diperlakukan sama terhadap badan hukum yang bertindak sebagai atau pemegang kuasa suatu badan hukum lain.



4. Perbuatan Hukum Pendiri

Berdasarkan apa yang dialami selama ini, waktu yang diperlukan sejak awal sampai perseroan dinyatakan sah berdiri atau disetujui oleh Menteri Kehakiman RI sering memakan waktu yang cukup lama. Namun berbeda halnya dengan keadaan tersebut, dalam undang-undang baru yaitu Undang-undang NO. 1 Tahun 1995 (UUPT) kemungkinan "mulurnya" waktu (protracted) tanpa kepastian dapat dicegah dengan Pasal 2 ayat (2) yang menyatakan dengan tegas bahwa untuk memperoleh pengesahan dari Menteri Kehakiman RI (yang sebelumnya disebut memperoleh persetujuan Menteri) agar perseroan memperoleh status badan hukum, waktunya ditentapkan paling lama 60 (enam puluh) hari setelah permohonan diterima.

Selama dalam penantian ini biasanya para pendiri memanfaatkan waktunya untuk hal-hal yang berguna dan tidak ingin hanya bertopang dagu tetapi melakukan perbuatan-perbuatan hukum yang diperlukan. Dalam kurun waktu menunggu tersebut kemungkinan terjadi antara lain hal-hal sebagai berikut:

1. Para pendiri berupaya menyelesaikan hal-hal yang perlu termasuk mengadakan transaksi termasuk membuat perjanjian dengan pihak ketiga;
2. Anggota direksi yang diangkat dan nama-namanya telah di cantumkan dalam Akta Pendirian sudah mulai melakukan kegiatan baik yang bersifat internt maupun dengan pihak ketiga;

Selain itu sebelum perseroan didirikan, apabila pendiri melakukan perbuatan hukum yang berkaitan dengan susunan dan penyertaan modal serta susunan saham perseroan, tersebut harus dicantumkan dalam Akta Pendirian perseroan. Perbuatan hukum yang dimaksudkan itu adalah antara lain mengenai penyetoran atas saham dalam bentuk atau dengan cara lain selain dalam bentuk tunai. Naskah asli atau salinan resmi akta otentik mengenai perbuatan hukum tersebut dilekatkan pada Akta Pendirian perseroan. Justru semua dokumen yang memuat perbuatan hukum yang terkait dalam pendirian perseroan yang bersangkutan, harus ditempatkan dengan cara melekatkan atau menjahitkan dokumen tersebut sebagai satu kesatuan dengan Akta Pendirian.

Apabila keharusan untuk mencantumkan perbuatan hukum dan melekatkannya pada Akta Pendirian seperti di maksudkan di atas tidak terpenuhi, maka perbuatan hukum tersebut tidak menimbulkan hak dan kewajiban pada perseroan, kecuali apabila dikukuhkan menurut cara yang telah di tentukan oleh Undang-undang PT.

Sehubungan dengan hal tersebut timbul pertanyaan sebagai berikut:

1. Apakah perbuatan hukum para pendiri sah karena pendiri membuat perjanjian atau perikatan sebelum perseroan disahkan sebagai badan hukum?
2. Apakah perbuatan hukum atau perjanjian yang dibuat oleh para pendiri mengikat perseroan?, dan
3. Bagaimana dan siapa yang bertanggung jawab atas perbuatan hukum tersebut?

Jawaban atas pertanyaan tersebut di atas adalah sebagai berikut:

1. perbuatan hukum para pendiri yang dilakukannya adalah sah, hanya saja tanggung jawabnya ada pada merek masing-masing yaitu bertanggung jawab secara pribadi atas segala akibat hukum yang timbul, dan bukan merupakan tanggung jawab perseorangan;
2. Perbuatan hukum para pendiri tetap menjadi tanggung jawab pribadi masing-masing pendiri atas segala akibat hukum yang timbul (pasal 11 ayat (2) UUPT);
3. Perbuatan hukum dari pendiri tersebut mengikat perseroan setelah perseroan menjadi badan hukum, asalkan perseroan;
1. Secara tegas menyatakan menerima semua perjanjian yang dibuat oleh orang lain yang ditugaskan oleh pendiri, dengan pihak ketiga;
2. Secara tegas menyatakan mengambil alih semua hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian yang dibuat oleh pendiri atau orang lain yang ditugaskan oleh pendiri walaupun perjanjian itu tidak dilakukan atas nama perseroan; atau
3. Mengukuhkan secara tertulis semua perbuatan hukum yang dilakukan atas nama perseroan (pasal 11 ayat (1) UUPT)

Sebenarnya kewenangan perseroan untuk mengukuhkan perbuatan hukum sebagaimana disebutkan di atas pada RUPS. Namun Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tersebut biasanya belum dapat diselenggarakan mengingat perseroan baru saja disahkan. Dengan demikian maka untuk maksud tersebut, pengukuhan dilakukan oleh seluruh pendiri , pemegang saham dan Direksi. Sebelum dikukuhkan maka perseroan tidak terikat seperti apa yang telah diutarakan di atas.

keatas

C. ANGGARAN DASAR PT

Memorandum dan Articles

Sebelumnya ada baiknya sedikit menyinggung apa yang dikenal di negara menganut sistem Common Law yang membedakan antara memorandum of association dan articles of association. Memorandum of association adalah dokumen konstitusi yang pokok dari perusahaan. Didalamnya ditetapkan struktur dan tujuan perseroan. Di pihak lain dikenal adanya articles of association yaitu peraturan-peraturan yang mengatur perseroan. Jadi articles of association adalah mengenai rencana intern di dalam perseroan itu sendiri, sedangkan memorandum menentukan wajah bahwa perseroan diperkenalkan terhadap dunia luar.

Bowen L.J. menjelaskan hubungan antara memorandum dan articles:
"memorandum berisi syarat-syarat fundamental sehingga hanya dengan itu perseroan diperkenankan dibentuk. Itu merupakan syarat-syarat yang diperkenalkan untuk kepentingan para kreditor dan masyarakat luar, demikian juga untuk para pemegang saham. The articles of association adalah peraturan-peraturan internt perusahaan".

Bilamana terjadi pertentangan antara memorandum dan articles, maka memorandum yang didahulukan. Keduanya ini harus diajukan pada saat "pendaftaran" perusahaan.

1. Anggaran Dasar

Di dalam Undang-Undang nomor 1 Tahun 1995 (UUPT) ditetapkan bahwa untuk mendirikan suatu perseroan bukan dengan cara pendaftaran, melainkan para pendiri bersama-sama atau kuasanya (biasanya notaris) mengajukan permohonan tertulis dengan melampirkan Akta Pendirian perseroan yang sudah dibuat di notaris, untuk memperoleh "pengesahan" dari Menteri Kehakiman. Sedangkan dalam proses selanjutnya, pendaftaran juga dilakukan sesuai dengan undang-undang Wajib Daftar Perusahaan. Mengenai hal tersebut dapat disimak dalam paragraf tersendiri! Dalam hal ini tampaknya kita "kalah" sederhana!
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, UUPT hanya mengenal "Anggaran Dasar" perseroan yang termuat dalam Akta Pendirian, pada waktu perseroan didirikan. Dalam Pasal 8 UUPT dinyatakan bahwa Akta Pendirian memuat Anggaran Dasar dan keterangan lain, dan sebagai persyaratan, Anggaran Dasar perseroan memuat sekurang-kurangnya:

1. Nama dan tempat kedudukan perseroan;
Nama perseroan harus didahului dengan singkatan "PT" dan untuk Perseroan Terbuka selain didahului dengan "PT", setelah nama perseroan harus ditambah singkatan kata "Tbk".
Perseroan mempunyai tempat kedudukan dalam Wilayah Negara Republik Indonesia yang ditentukan dalam Anggaran Dasar. Tempat kedudukan tersebut sekaligus merupakan kantor pusat perseroan. Perseroan wajib memilih alamat di tempat kedudukannya, dan alamat itu harus disebutkan antara lain dalam surat menyurat, sehingga melalui alamat tersebut perseroan dapat dihubungi. Ketentuan dan syarat-syarat berkenaan dengan "nama perseroan", dibahas lebih lanjut pada paragraf tersendiri.

2. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku:
kegiatan usaha perseroan adalah kegiatan yang dilakukan perseroan dalam rangka mewujudkan maksud dan tujuan tersebut.

3. jangka waktu berdirinya perseroan;
Perseroan didirikan untuk jangka waktu yang ditentukan dalam Anggaran Dasar. Akan tetapi apabila jangka waktu tersebut ingin ditentukan, maka hal tersebut harus ditegaskan dalam Anggaran Dasar perseroan. Ketentuan ini menegaskan bahwa pada dasarnya jangka waktu berdirinya perseroan adalah tidak terbatas waktunya.

4. besarnya jumlah modal dasar, modal yang ditempatkan, dan modal yang disetor; Modal dasar perseroan ditentukan paling sedikit Rp. 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah). Modal yang ditempatkan paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari midal dasar. Dari setiap penempatan modal tersebut harus telah disetor paling sedikit 50% (lima puluh persena) dari nilai nominal setiap saham yang dikeluarkan. Seluruh saham yang telah disetor pada saat pengesahan perseroan.

5. Jumlah saham, jumlah klasifikasi saham apabila ada, berikut jumlah untuk tiap klasifikasi, hak-hak yang melekat pada setiap saham, dan nilai nominal pada setiap saham;
Anggaran Dasar menetapkan satu klasifikasi saham atau lebih. Bila terdapa t lebih dari satu klasifikasi saham, maka Anggaran Dasar menetapkan satu klasifikasi sebagai saham yang memberikan hak suara.

6. Susunan, jumlah, dan nama anggota Direksi dan Komisaris;
Untuk Perseroan Terbuka diwajibkan mempunyai paling sedikit dua orang anggota Direksi. Untuk diangkat menjadi anggota Direksi dan Komisaris harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan undang-undang. Anggaran dasar mengatur tata cara, pencalonan, pengangkatan, dan pemberhentian anggota Direksi dan Komisaris, tanpa mengurangi hak pemegang saham dalam pencalonan, juga pemberhentian sementara apabila terdapat jabatan Direksi dan Komisaris yang kosong. Anggaran dasar dapat menentukan pembatasan wewenang anggota Direksi, demikian pula wewenang dalam kewajiban Komisaris ditetapkan dalam Anggaran Dasar. Anggota Direksi dan Komisaris diangkat oleh RUPS.

7. penetapan tempat dan tata cara penyelenggraan RUPS;
RUPS diadakan di tepat kedudukan perseroan atau tempat perseroan melakukan kegiatan usahanya. Anggaran Dasar dapat menentukan lain, namun harus terletak di Wilayah Negara Republik Indonesia. RUPS tahunan diselenggarakan oleh Direksi dan untuk kepentingan perseroan berwenang menyelenggarakan RUPS lainnya, atau dapat juga dilaksanakan atas permintaan satu pemegang saham atau lebih yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu per sepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah atau suatu jumlah yang lebih kecil sebagaimana ditentukan dalam Anggaran Dasar.

8. tata cara pemilihan, pengangkatan, penggantian dan pemberhentian anggota Direksi dan Komisaris;
Anggaran Dasar dapat menetapkan sebagaimana disebutkan dalam titik 6) di atas.

9. tata cara penggunaan laba dan pembagian deviden;
setelah 5 (lima) tahun, deviden yang tidak diambil dimasukan ke dalam cadangan yang diperuntukkan untuk itu. Pengambilan deviden tersebut diatur dalam Anggaran Dasar; dan

10. Ketentuan-ketentuan lain menurut UUPT.



2. Nama perseroan

Perseroan tidak boleh menggunakan nama yang:

1. telah dipakai secar sah oleh perseroan lain atau mirip dengan nama perseroan lain; atau
2. bertentangan dengan ketertiban umum, dan atau kesusilaan.
Nama perseroan harus didahului dengan perkataan "Perseroan Terbatas" atau disingkat dengan "PT". Demikian juga halnya dengan Perseroan Terbuka, selain nama perseroan didahului dengan PT, pada akhir nama perseroan ditambah singkatan kata "Tbk" yaitu merupakan singkatan dari Terbuka. Tanpa diakhiri dengan singkatan "Tbk" akan berarti Perseroan Tertutup.
Ketentuan mengenai pemakaian perseroan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah (PP). Lebih lanjut simak dalam paragraf "Nama Perseroan" pada halaman terpisah.



3. Perubahan Anggaran Dasar.

Untuk melakukan perubahan atas Anggaran Dasar (AD) perseroan, harus dipenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh undang-undang. Perubahan Anggaran Dasar ditetapkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham dan ususl adanya perubahan Anggaran Dasar dicantumkan dalam surat panggilan atau pengumuman untuk mengadakan RUPS.
Perubahan terhadap Anggaran dasar dibedakan antara perubahan yang sifatnya mendasar dan perubahan-perubahan lain, yang masing-masing ditentukan sebagai berikut:

1) Perubahan Mendasar.

Perubahan mendasar dimaksudkan adalah perubahan tertentu atas Anggaran dasar, dan perubahan tertentu itu harus mendapat persetujuan Menteri Kehakiman RI dan didaftarkan dalam Daftar Perubahan di kantor tempat pendaftaran perusahaan, serta diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995.

Perubahan-perubahan tertentu itu meliputi:
a) nama perseroan;
b) maksud dan tujuan eprseroan;
c) kegiatan usaha perseroan;
d) jangka waktu berdirinya perseroan apabila Anggaran Dasar menetapkan jangka waktu tertentu;
e) besarnya modal dasar;
f) pengurangan modal ditempatkan dan disetor, atau status Perseroan Tertutup menjadi Perseroan Terbuka atau sebaliknya.

2) Perubahan Lain.

Perubahan Anggaran Dasar selain perubahan tertentu yang sifatnya mendasar sebagaimana disebutkan diatas, cukup dilaporkan kepada (tidak harus mendapat persetujuan) Menteri Kehakiman RI dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak keputusan RUPS, dan didaftarkan dalam Daftar Perusahaan di kantor tempat pendaftaran perusahaan sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 3 tahun 1982 tentang Wajib daftar Perusahaan (WDP). ** Perlu diperhatikan bahwa setiap perubahan Anggaran Dasar, baik perubahan yang harus mendapat persetujuan maupun yang hanya cukup dilaporkan kepada menteri Kehakiman RI sebagaimana disebutkan di atas, harus dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia.

3) Permohonan Persetujuan Ditolak

Permohonan persetujuan atas perubahan tertentu Anggaran Dasar ditolak apabila;
a) bertentangan dengan ketentuan mengenai tata cara perubahan Anggaran Dasar
b) isi perubahan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan atau kesusilaan, atau
c) ada sanggahan dari kreditur atas keputusan RUPS mengenai pengurangan modal.

Tata cara pengajuan permohonan, pemberian persetujuan dan penolakan atas persetujuan, dan penolakan atas perubahan Anggaran Dasar, dilaksanakan sebagai berikut:
Permohonan untuk memperoleh persetujuan atas perubahan Anggaran Dasar dilakukan oleh para pendiri bersama-sama atau kuasanya, yaitu notaris atau orang lain yang ditunjuk dengan surat kuasa, dengan mengajukan permohonan tertulis dengan melampirkan Akta Pendirian perseroan.
Persetujuan atas perubahan Anggaran Dasar diberikan dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari setelah permohonan diterima. Jangka waktu 60 (enam puluh) hari itu terhitung sejak permohonan yang diajukan dinyatakan telah memenuhi syarat dan kelengkapan yang diperlukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dalam hal permohonan ditolak, penolakan tersebut harus diberitahukan kepada permohonan secara tertulis beserta alasannya dalam waktu yang sama seperti halnya dalam memberikan persetujuan atas perubahan AD yaitu 60 (enam puluh) hari.



4. Saat Perubahan Berlaku

Perubahan tertentu atas Anggaran dasar sebagaimana dimaksudkan tersebut di atas, mulai berlaku sejak tanggal persetujuan diberikan oleh Menteri Kehakiman RI, sedangkan perubahan Anggaran Dasar yang hanya cukup dilaporkan kepada Menteri Kehakiman RI mulai berlaku sejak pendaftaran.
Dan pendaftaran hanya dapat dilakukan setelah perubahan anggaran Dasar dilaporkan kepada Menteri Kehakiman RI. Perubahan Anggaran Dasar tidak dapat dilakukan pada saat perseroan dinyatakan pailit kecuali dengan persetujuan kurator. Maksudnya adalah sebegai upaya untuk membebaskan perseroan dari keadaan pailit, misalnya bergantian Direksi dan atau Komisaris atau perubahan persetujuan kurator. Hal ini sesuai dengan prinsip-prinsip kepailitan, antara lain semua perbuatan hukum dalam keadaan pailit hanya dapat dilakukan oleh atau dengan persetujuan kuraktor.

keatas

D. NAMA PERSEROAN

1. Ketentuan Undang-Undang

Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1995, khusus mengenai pemakaian nama perseroan atau PT, dalam Pasal 13 dinyatakan bahwa perseroan tidak boleh menggunakan nama yang:
a. telah dipakai secara sah oleh perseroan lain atau mirip dengan nama perseroan lain; atau
b. bertentangan dengan ketertiban umum, dan atau kesusilaan.

Dalam penulisan nama harus didahului dengan sebutan "Perseroan Terbatas" yang disingkat dengan "PT", misalnya PT Catur Putra. Begitu juga halnya dengan PT Terbuka, tetapi pada akhir nama perseroan ditambah singkatan "Tbk" untuk membedakan dengan PT biasa atau PT tertutup, misalnya PT Prima Artha Tbk.
Ketentuan tentang pemakaian nama perseorangan terbatas ini selanjutnya diatur dalam Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia (PP) No. 26 Tahun 1998 sebagaimana diperintahkan oleh undang-undang dalam ayat terakhir pasal 13 bahwa ketentuan mengenai pemakaian nama perseroan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pengaturan berdasarkan PP tersebut diuraikan berikut ini.



2. Pengaturan Menurut PP 26/1998

Ketentuan yang telah digariskan dalam Pasal 13 UUPT, lebih lanjut diatur melalui peraturan pemerintah atau PP 26 tahun 1998 tersebut. Pada bagian umum peraturan tersebut antara lain dijelaskan bahwa secara hukum, pemakaian nama perseroan tersebut tidak boleh merugikan sesama pengusaha di bidang usaha dan perdagangan dan menimbulkan adanya persaingan tidak sehat.

Dalam hal ini pemakaian nama Perseroan Terbatas, harus memperhatikan ketentuan mengenai merek terkenal sebagaimana diatur dalam UU No. 19 tahun 1992 tentang Merek berikut perubahannya. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah pihak-pihak yang beritikad buruk yang dengan jalan pintas ingin memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dengan menggunakan merek terkenal yang ada sebagai nama usahanya, tanpa seizin pemilik merek terkenal yang bersangkutan. Sebagai contoh misalnya merk ESPIRT, MARK & SPENCER dan lain-lain. Bahkan dalam kaitannya dengan "Marks of Origin" dan "Appelations of Origin" atau penentuan asal usul barang, telah dicegah dan dilarang kemungkinan pihak-pihak tertentu, misalnya menulis barang-barangnya "made in USA", dan memang benar-benar buatan USA tetapi USA yang merupakan singkatan dari Usaha Swadaya Artis. Atau dengan sengaja lokasi pusat kerajinan atau produksinya kemudian diberi label buatan "Paris", ataupun "made in UK" yang sudah jelas masyarakat akan mengira itu buatan United Kingdom atau Inggris, tetapi nyatanya hanya Usaha Koperasi (UK).

Pada hakekatnya pengaturan pemakaian nama perseroan dilakukan untuk memberikan perlindungan hukum kepada pemakai nama perseroan yang beritikad baik yang sudah memakai nama tersebut sebagai nama perseroan dana secara resmi telah dicantumkan di dalam Akta Pendirian yang telah disahkan oleh Menteri Kehakiman atau kepada pihak yang telah lebih dahulu mengajukan permohonan persetujuan pemakaian nama tersebut kepada Menteri Kehakiman.
Oleh karena itu dalam peraturan ini pada dasrnya diatur tata cara pengajuan permohonan persetujuan pemakaian nama perseroan, sedangkan teknis pelaksanaannya diatur lebih lanjut oleh Menteri Kehakiman RI dengan Keputusan Menteri.


1) Nama Perseroan Terbatas
Perkataan Perseroan Terbatas atau disingkat "PT" hanya dapat digunakan oleh badan usaha yang didirikan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang NO.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (UUPT). Singkatan "PT" tersebut diletakan di depan nama perseroan, misalnya PT Anyup Ayas. Ketentuan ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa penggunaan perkataan Perseroan Terbatas atu PT hanya untuk badan usaha yang berbentuk Perseroan Terbatas.

2) Pengajuan Permohonan

Pemakaian nama perseroan diajukan oleh pendiri, direksi perseroan, atau kuasanya kepada Menteri Kehakiman dengan suatu eprmohonan guna memperoleh persetujuan yang dapat diajukan bersama atau lebih dahulu secara terpisah dari permohonan pengesahan Akta Pendirian atau permohonan Persetujuan akta perubahan Anggaran Dasar. Dengan ketentuan ini maka perseroan dalam kegiatan usahanya wajib memakai nama yang telah disetujuai pemakainya oleh Menteri Kehakiman.
Pada prinsipnya permohonan persetujuan pemakaian nama perseroan diajukan bersamaan dengan permohonan pengesahan Akta Pendirian atau permohonan persetujuan Akta Perubahan Anggaran Dasar, namun demikian untuk memungkinkan perseroan memperoleh hak memakai suatu nama terlebih dahulu dari perseroan lainnya dan atau lebih cepat mendapa t kepastian untuk dapat menggunakan nama tersebut, maka permohonan tersebut dapat diajukan terlebih dahulu secara terpisah.
Permohonan persetujuan pemakaian nama perseroan dapat diajukan secara langsung, melalui pos atau melalui media lainnya. Yang dimaksud dengan "media lainnya" adalah media elektronik misalnya antara lain seperti faxsimile dengan email.



3) Persetujuan atau Penolakan

Persetujuan pemakaian nama perseroan yang diajukan lebih dahulu secara terpisah dari permohonan pengesahan Akta Pendirian atau permohonan Persetujuan Akta Perubahan Anggaran Dasar diberikan dalam waktu paling lama 15 (lima belas) hari setelah permohonan diterima. Apabila ditolak, maka penolakan tersebut harus diberitahukan kepada pemohon secara tertulis beserta alasannya dalam jangka waktu yang sama pula.
Apabila permohonan pemakaian nama perseroan tersebut disetujui, maka pemohon wajib mengajukan permohonan pengesahan Akta Pendirian atau permohonan persetujuan Akta perubahan Anggaran Dasar perseroan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal persetujuan pemakaian nama. Apabila pemohon tidak mengajukan permohonan tersebut dalam jangka waktu yang telah ditentukan, maka persetujuan pemakaian nama yang diberikan menjadi batal.



4) Alasan Penolakan

Permohonan persetujuan pemakaian nama kepada Menteri Kehakiman sebagaimana dimaksudkan di atas ditolak apabila:

1. nama tersebu telah dipakai secara sah oleh perseroan lain atau mirip dengan nama perseroan lain; Termasuk dalam pengertian mirip adalah kemiripan dalam tulisan, arti atau cara pengucapan misalnya PT BHAYANGKARA dengan PT BAYANGKARA, PT SEMPURNA dengan PT SAMPOERNA, PT BUMI PERTIWI dengan PT BUMI PRATIWI.
2. Nama tersebut bertentangan dengan ketertiban umum dan atau kesusilaan,

Selain itu permohonan persetujuan pemakaian nama perseroan juga ditolak apabila:

1. nama tersebut sama atau mirip dengan nama perseroan yang permohonan persetujuan pemakaiannya telah diterima lebih dahulu.
2. Nama tersebut sama atau mirip dengan merek terkenal sebagaimana dimaksud dalam UU No. 19 Tahun 1992 kecuali ada izin dari pemilik merek terkenal tersebut.
Ketentuan ini dapat dilakukan sepanjang daftar merek terkenal tersebut telah dikeluarkan oleh instansi yang berwenang menyusun daftar tersebut.
3. nama tersebut dapat memberikan kesan adanya kaitan antara perseroan dengan suatu lembaga pemerintah, lembaga yang dibentuk berdasarkan peraturan perundng-undangan atau lembaga internasional, kecuali ada izin dari yang bersangkutan.
4. Nama tersebut hanya terdiri dari angka atau rangkaian angka, seperti misalnya PT 3 atau PT 99.
5. Nama tersebut hanya terdiri dari huruf atau rangkaian huruf yang tidak mebentuk kata, seperti misalnya PT S, PT A, PT ABC.
6. Nama tersebut menunjukan maksud dan tujuan perseroan, kecuali ada tambahan lain, misalnya PT Impor Ekspor; atau
7. Nama tersebut tidak sesuai dengan maksud dan tujuan serta kegiatan perseroan, misalnya PT Andalan Fluid sistem yang bergerak dibidang pemborongan umum, PT Dirgantara Teknik yang kegiatan usahanya di bidang percetakan.
8. Nama tersebut hanya merupakan nama suatu tempat antara lain daerah, wilayah, atau negara, misalnya PT Jakarta, PT Indonesia, PT Singapura.
9. Nama tersebut ditambah kata dan atau singkatan kata yang mempunyai arti sebagai perseroan terbatas, badan hukum lainnya atau persekutuan perdata, misalnya: Usaha Dagang (UD), Koperasi Usaha Dagang (KUD), Associate, Association, SA, SARL, AG, Ltd, Gmbh, SDN, Sdn.Bhd, PTE, Co., & Co., NV, atau BV.

5) Larangan dan Penyesuaian Nama Perseroan

Sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini, kata atau singkatan kata yang mempunyai arti sebagai perseroan terbatas, badan hukum, atau persekutuan perdata yang ditambahkan dalam nama perseroan dianggap telah dihapus dan tidak boleh digunakan dalam kegiatan perseroan.
Perseroan yang memakai nama yang mengandung kata atau singkatan kata sebagaimana tersebut di atas, wajib menyesuaikan nama perseroan tersebut sesuai dengan ketentuan dalam peraturan ini yaitu dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak berlakunya Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1998 ini, yaitu sampai tanggal 24 Februari 2001 penyesuaian dapat dilakukan antara lain pada saat:

1. Perseroan menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa pertama kalinya sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini yaitu tanggal 24 Februari 1998; atau
2. Perseroan menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham untuk mengubah Anggaran Dasar.

keatas

E. MODAL PERSEROAN

1. Struktur Modal

Untuk mengolah suatu perseroan diperlukan adanya modal, yang disebut modal dasar perseroan atau authorized capital. Modal perseroan dibedakan antara modal dasar, modal ditempatkan atau modal dikeluarkan, dan modal disetor.

1. Modal dasar (authorized capital) adalah jumlah saham maksimum yang dapat dikeluarkan oleh perseroan, sehingga modal dasar terdiri atas seluruh nominal saham.
2. Modal yang ditempatkan (issued capital atau subcribed capital) adalah saham yang telah diambil dan sebenarnya telah terjual kepada para pendiri maupun pemegang saham perseroan. Jadi para pendiri, demikian juga para pemegang sham perseroan telah menyanggupi untuk mengambil bagian sebesar atau sejumlah tertentu dari saham perseroan, dan oleh karena itu dia mempunyai kewajiban untuk membayar atau melakukan penyetoran kepada perseroan. Dalam modal yang ditempatkan ini bisa termasuk saham treasury atau treasury stock.
3. Modal yang disetor (paid up capital) adalah saham yang telah dibayar penuh kepada perseroan yang menjadi penyertaan atau penyetoran modal riil yang telah dilakukan oleh pendiri maupun para pemegang saham perseroan.

Pada saat perseroan didirikan, undang-undang menentukan bahwa sekurang-kurangnya 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar perseroan tersebut harus sudah ditempatkan atau diambil atau dikeluarkan.
Dari setiap penempatan modal tersebut, 50% (lima puluh persen) dari nilai nominal setiap saham yang dikeluarkan harus telah disetor.
Dan sisanya (50% lagi) atau seluruh saham yang telah dikeluarkan harus sudah disetor penuh pada saat pengesahan perseroan oleh Menteri Kehakiman RI, dengan bukti penyetoran yang sah. Penundaan atau mengangsur, tidak mungkin dilakukan setelah pengesahan perseroan, karena pengeluaran saham lebih lanjut setiap kali harus disetor penuh. Demikian pula apabila pemegang saham yang mempunyai tagihan terhadap perseroan, maka tagihannya tidak boleh dipergunakan sebagai kompensasi kewajiban penyetoran atas sahamnya. Namun demikian bentuk-bentuk tagihan tertentu yanyang dapat dikompesasikan sebagai setoran atas saham, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

1.1. Modal Dasar

Modal dasar perseroan seluruhnya terbagi dalam saham yaitu terdiri atas seluruh nilai nominal saham. Dan saham dimaksud dapat dikeluarkan atas nama atau atas tunjuk (aan tooder). Undang-undang menentukan bahwa modal dasar perseroan besarnya paling sedikit Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah). Namun undang-undnag atau peraturan pelaksanaan yang mengatu r bidang usaha tertentu dapat menentukan jumlah minimum modal dasar perseroan yang berbeda dari ketentuan minimal tersebut diatas. Mengenai perubahan besarnya modal dasar tersebut dan penentuan besarnya modal dasar Perseroan Terbuka beserta perubahannya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (PP).
Penetapan besarnya modal dasar perseroan sekurang-kurangnya Rp 20 juta tersebut tentunya disesuaikan dengankeadaan perekonomian dan nilai uang rupiah. Seandainya sewaktu-waktu terjadi inflasi atau sebaliknya niali mata uang rupiah menguat, maka dengan sendirinya natas minimun modal dasar juga akan diubah atau diadakan penyesuaian. Oleh karena itulah Undang-undang No. 1 tahun 1995 tentang UUPT Pasal 25 ayat (3) menyebutkan bahwa "perubahan modal dasar dan penentuan besarnya modal dasar Perseroan Terbuka beserta perubahannya, ditempatkan dengan Peraturan Pemerintah".
Sehubungan dengan hal tersebut dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM) yang dikelurarkan kemudian, yaitu pada tanggal 10 Nopember 1995 memberikan definisi tentang Perusahaan Publik sebagai berikut:

Pasal 1 ayat 22 UUPM

Perusahaan publik adalah Perseroan yang sahamnya telah dimiliki sekurang-kurangnya oleh 300 (tiga ratus) pemegang saham dan memiliki modal disetor sekurang-kurangnya Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) atau suatu jumlah pemegang saham dan modal disetor yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.



1.2. Modal Ditempatkan dan Modal Disetor

Pada saat pendirian perseroan, paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar tersebut harus telah ditempatkan dan setiap penempatan modal harus telah disetor paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari nilai nominal setiap saham yang dikeluarkan. Seluruh saham yang telah dikeluarkan harus disetor penuh pada saat pengesahaan perseroan dengan bukti penyetoran yang sah.
Pengeluaran saham lebih lanjut setiap kali harus disetor penuh. Ketentuan ini menegaskan bahwa sejak tanggal pengesahan, tidak dimungkinkan penyetoran atas saham secara mengangsur. Kemungkinan mengangsur saham hanya dilakukan sebelum pengesahan diberikan oleh Menteri Kehakiman.



2. penyetoran Atas Saham

Pada umumnya penyetoran atas saham adalah dalam bentuk uang. Namun demikian tidak tertutup kemungkinan penyetoran atas saham dalam bentuk lain. Jadi penyetoran atas saham dapat dilakukan dalam bentuk uang dan atau dalam bentuk lainnya. Dalam bentuk lain itu bisa berupa benda berwujud atau benda tidak terwujud yang dapat dinilai dengan uang, dan penilaian harga ditetapkan oleh ahli yang tidak terikat pada perseroan.
Yang dimaksud dengan ahli adalah perseorangan atau badan hukum yang disahkan oleh pemerintah, yang berdasarkan keahlian atau pengetahuannya mempunyai kemampuan untuk menilai harga benda tersebut.

Penyetoran atas saham dilakukan pada saat pendirian atau sesudah perseroan memperoleh pengesahan sebagai badan hukum dari Menteri Kehakiman. Penyetoran atas saham dalam bentuk lain selain dalam bentuk uang yang dilakukan pada saat pendirian, dicantumkan dalam Akta Pendirian. Sedangkan penyetoran dalam bentuk lain yang dilakukan sesudah pengesahan perseroan disahkan sebagai badan hukum, dilakukan dengan persetujuan RUPS atau orang lain yang ditunjuk oleh RUPS. Penyetoran atas saham dalam bentuk lain selain dalam bentuk uang disertai rincian yang menerangkan nilai atau harga, jenis atau macam, status, tempat kedudukan dan lain-lain yang dianggap perlu demi kejelasan mengenai penyetoran tersebut.

Penyetoran atas saham dalam bentuk benda tidak bergerak (immovables/onroerende goederen/zaken) harus diumumkan dalam dua surat kabar harian, dengan maksud agar diketahui oleh umum dan memberi kesempatan kepada pihak yang berkepentingan untuk dapat mengajukan keberatan atas penyerahan benda tidak bergerak tersebut sebagai setoran saham. Pengumuman mengenai penyetoran tersebut dilakukan dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia yang terbit atau beredar di tempat kedudukan perseroan dan surat kabar harian berbahasa Indonesia dengan peredaran nasional. Pengumuman tersebut memuat jumlah penyetor atas saham dalam bentuk benda tidak bergerak serta rinciannya sebagiman dimaksudkan di atas. Penyetoran atas saham sebagaiman dalam bentuk lain dicatat dalam Daftar Pemegang Saham.

Untuk Perseroan Terbuka, setiap pengeluaran saham harus telah disetor penuh dengan tunai. Pemegang saham yang mempunyai tagihan terhadap perseroan, tidak dapat menggunakan hak tagihannya sebagai kompensasi kewajiban penyetoran atas harga sahamnya. Bentuk-bentuk "tagihan tertentu" antara lain "convertible bonds", selain tagihan tersebut diatas yang dapat dikompensasikan sebagai setoran atas saham, diatur lebih lanjut dalam Peratutran Pemerintah yang dimaksud tersebut adalah Peraturan Pemerintah - RI Nomor 15 Tahun 1999 yang dapat diuraikan sebagai berikut:
Maksud ketentuan pasal 28 Undang-Undang PT yang menentukan bahwa "Pemegang saham yang mempunyai tagihan terhadap perseroan tidak dapat menggunakan hak tagihannya sebagai kompensasi kewajiban penyetor atas harga sahamnya" adalah:

1. untuk mencegah bahwa pemegang saham yang juga kreditor perseroan secara sepihak tanpa sepakat dari perseroan menggunakan hak kompensasi dan dengan demikian menempatkan dirinya dalam kedudukan yang menguntungkan berkenaan dengan kewajiban penyetorannya yang menjadi jaminan semua kreditor perseroan;
2. untuk menghindari adanya perseroan yang setoran modalnya fiktif.

Untuk itu diperlukan suatu pengaturan yang jelas tentang ketentuan, persyaratan dan tata cara yang harus dipenuhi oleh perseroan serta memberikan landasan dan kepastian hukum (rechtszekerheid).
Pada prinsipnya, semua bentuk tagihan tertentu perseroan itu dapat dikompensasikan sebagai setoran saham, sepanjang kompensasi tersebut dilakukan atau disetujui oleh perseroan, setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham atau RUPS perseroan yang bersangkutan.

Bentuk tagihan tertentu adalah setiap bentuk tagihan terhadap perseroan yang timbul karena:

1. perseroan telah menerima uang atau penyerahan benda berwujud atau benda tidak bewujud yang dapat dinilai dengan uang;
2. perseoan menjadi penanggung atau penjamin utang dari suatu pihak, di mana perseroan telah menerima manfaat yang dapat dinilai dengan uang, yaitu kewajiban pembayaran utang oleh perseroan menjadi hapus dan perseroan mendapat hak tagih atas pihak yang ditanggung; atau
3. pihak yang menjadi penanggung atau penjamin utang perseroan telah melakukan kewajibannya membayar lunas hutang perseroan. Penanggung atau penjamin yang membayar lunas utang perseroan menjadi kreditor dari perseroan berdasarkan hak subrogasi.

Dalam pengertian "bentuk tertentu" tersebut termasuk kewajiban membayar, berdasarkan penanggungan dan pemberian jasa yang telah selesai dilakukan.
Bentuk tagihan tertentu dapat dikompensasikan oleh perseroan dengan kewajiban penyetoran atas harga saham perseroan yang diambil oleh pihak yang mempunyai tagihan kepada perseroan. Pihak yang mempunyai tagihan adalah pihak-pihak tertentu yang mempunyai tagihan terhadap perseroan baik pemegang saham perseroan maupun pemegang saham bukan eprseroan.

Kompensasi atu bentuk tagihan tertentu sebagaiman dimaksud di atas, hanya dapat dilakukan berdasarkan kompensasi yang telah diperjanjikan sebelumnya dengan persetujuan rapat umum Pemegang saham (RUPS) atau konpensasi tersebut dilaksanakan berdasarkan persetujuan RUPS. Dan keputusan RUPS. Dan keputusan RUPS tersebut harus sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang PT tentang pengambilan keputusan dalam RUPS, yaitu dengan kuorum 2/3 (dua per tiga), baik mengenai kehadiran maupun untuk memberikan persetujuan atau keputusan. Apabila kuorum tersebut tidak tercapai, maka harus diadakan RUPS kedua sesuai dengan Pasal 75 UU-PT.
Bagaimana halnya apabila perseroan berbentuk perseroan terbuka? Dalam hal ini maka berlaku peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal yaitu Undang-Undang - RI No. 8 tahun 1995.

Dalam Anggaran Dasar dapat ditentukan bahwa pengeluaran saham yang dilakukan oleh perseroan sebagai akibat kompensasi bentuk tagihan tertentu, tidak harus ditawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham perseroan.
Mengenai penyetoran atas saham yang dilakukan sebagai akibat dari kompensasi bentuk tagihan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1999ini, harus di umumkan dalam 2 (dua) surat kabar harian yaitu surat kabar harian yang terbit dan beredar di tempat kedudukan perseroan dan surat kabar harian dengan peredaran nasional.



3. Larangan Pemilik Saham

Perseroan dilarang mengeluarkan saham untuk dimiliki sendiri. Larangan tersebut berlaku juga bagi anak perusahaan terhadap saham yang dikeluarkan oleh induk perusahaannya.
Pada dasarnya pengeluaran saham adalah suatu upaya pengumpulan modal, maka oleh karena itu kewajiban penyetor atas saham seharusnya dibebankan kepada pihak lain. Demi kepastian, maka undang-undang menentukan bahwa perseroan tidak boleh mengeluarkan saham untuk dimiliki sendiri. Larangan bagi anak perusahaan memiliki saham yang dikeluarkan oleh induk perusahaan didasarkan pada pertimbangan bahwa pemilikan saham oleh anak perusahaan tidak dapat dipisahkan dari pemilikan oleh induk perusahaannya.
Yang dimaksud dengan anak perusahaan, adalah perseroan yang mempunyai hubungan khusus dengan perseroan lainnya yang terjadi karena:

1. lebih dari 50% (lima puluh persen) sahamnya dimiliki oleh induk perusahaannya:
2. lebih dari 50% (lima puluh persen) suara dalam RSUP dikuasai oleh induk perusahaannya; dan atau
3. kontrol atas jalannya perseroan, pengangkatan, pemberhentian Direksi dan Komisaris sangaat dipengaruhi oleh induk perusahaannya.



4. Besarnya Modal

Persyaratan permodalan secara konkret adalah sebagai berikut:
Struktur permodalan menurut UUPT adalah sama dengan yang diatur dalam KUHD. Sedangkan presentase modal yang harus ditempatkan dan disetor, berbeda dengan yang diatur dalam KUHD - 20% ditempatkan dan 10% disetor.
Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1995

Modal Dasar : Minimum Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).
Modal ditempatkan : Paling sedikit 25% x Rp 20.000.000,00 = Rp. 500.000 harus sudah ditempatkan.
Modal Disetor : Paling sedikit 50% x nilai nominal setiap saham yang telah dikeluarkan harus disetor penuh.

Penyetoran penuh atas seluruh saham yang telah dikeluarkan, paling lambat pada saat pengesahan. Penyetoran harus disertai bukti penyetoran yang sah dan setelah perseroan menjadi badan hukum, maka setiap pengeluaran saham oleh perseroan harus dibayar penuh oleh pemegang saham.
Pada umumnya bentuk penyetoran atas saham adalah berupa uang, tetapi boleh juga dalam bentuk lain yaitu berupa:

a. benda berwujud; dan
b. benda yang tidak berwujud yang dapat dinilai dengan uang.

Penyetoran dalam bentuk bukan uang yang dilakukan pada saat pendirian, dicantumkan dalam Akta Pendirian. Sedangkan setelah pengesahan, penyetoran tersebut dilakukan dengan persetujuan RUPS atau organ lain yang ditunjuk oleh RUPS.
Penyetoran atas saham non uang harus disertai rician yang menerangkan nilai atau harga, jenis atau macam, status, tempat kedudukan dan lain-lain yang dianggap perlu demi kejelasan. Penilaian harga ditetapkan oleh ahli yang tidak terikat pada perseroan, yaitu orang perseorangan atau badan hukum yang disahkan oleh pemerintah, yang berdasarkan keahlian dan pengetahuannya mempunyai kemampuan untuk menilai harga tersebut.
Demikian pula apabila berupa benda tidak bergerak, ada kewajiban untuk mengumumkan dalam dua surat kabar harian berbahasa Indonesia, yaitu surat kabar harian yang terbit atau beredar di tempat kedudukan perseroan dan surat kabar harian dengan peredaran nasional. Dilarang tagihan pemegang saham kepada perseroan dikompensasikan dengan kewajiban penyetoran (ini tidak mutlak, misalnya Convertible Bond yang selanjutnya diatur dengan Peraturan Pemerintah).

keatas

F. PERLINDUNGAN MODAL DAN KEKAYAAN PERSEROAN

1. Pembelian kembali saham perseroan

Perseroan dapat membeli kembali saham yang telah dikeluarkan dengan ketentuan :

1. dibayar dari laba bersih sepanjang tidak menyebabkan kekayaan bersih (kekayaan bersih maksudnya kekayaan bersih menurut neraca tahunan yang disahkan dalam waktu enam bulan terakhir) perseroan, menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang ditempatkan ditambah cadangan yang diwajibkan sesuai dengan ketentuan UUPT; dan
2. jumlah nilai nominal seluruh saham yang dimiliki perseroan bersama dengan yang dimiliki oleh anak perusahaan, dan gadai saham yang dipegang, tidak melebihi 10% (sepuluh persen) dari jumlah modal yang ditempatkan.

Pembelian kembali saham perseroan tidak menyebabkan ditariknya saham tersebut, kecuali dalam hal pengurangan modal. Perolehan saham, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang bertentangan dengan pembelian kembali sebagaimana dimaksud di atas, batal demi hukum (null and void) dan pembayaran yang telah diterima oleh pemegang saham harus dikembalikan kepada perseroan, dan perseroan juga diwajibkan untuk mengembalikan saham yang telah dibeli tersebut kepada pemegang saham.

Dengan demikian anggota direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas semua kerugian yang diderita oleh pemegang saham yang beritikad baik, yang timbul akibat batal demi hukum tersebut.
Pembelian kembali saham sebagaiman dimaksudkan di atas atau pengalihannya lebih lanjut, hanya dapat dilakukan berdasarkan keputusan RUPS yang sah yaitu dengan dihadiri oleh pemegang saham, yang mewakili paling sedikit 2/3 (dua per tiga) bagian dari jumlah suara tersebut.
RUPS dapat menyerahkan kewenangan untuk memeberika persetujuan sebagaimana di maksudkan di atas kepada organ llain, untuk paling lama lima tahun yang setiap kali dapat diperpanjang untuk waktu paling lama 5 (lima) tahun. Penyerahan wewenang ini sewaktu-waktu dapat dapat ditarik kembali oleh RUPS. Pada dasarnya pembelian kembali hanya dilakukan atas persetujuan RUPS. Namuan di sini memberi kemungkinan bahwa pemberian persetujuan tersebut dapat dilimpahkan kepada organ perseroan lainnya yaitu Direksi atau Komisaris.

Saham yang dibeli kembali oleh perseroan sebagaiman dimaksud di atas, tidak dapat digunakan untuk mengeluarkan suara dalam RUPS dan tidak diperhitungkan dalam menentukan jumlah kuorum yang harus dicapai sesuai dengan ketentuan UUPT dan atau Anggaran Dasar.
Saham induk perusahaan yang dibeli oleh anak perusahaannya juga tidak dapat digunakan untuk mengeluarkan suara dalam RUPS dan tidak dipertimbangkan dalam menentukan jumlah kuorum yang harus dicapai sesuai dengan ketentuan UUPT dan Anggaran Dasar.
Pada dasarnya Undang-Undang tidak mengenal pengembalian atau pemasukan kembali saham-saham perseroan yang telah ditempatkan atau dikeluarkan. Tetapi apabila perseroan harus melakukan hal itu maka ada dua cara yang bisa dilakukan yaitu membeli kembali saham yang telah dikeluarkan tersebut atau melakukan pengurangan modal seperti yang akan dijelaskan berikut ini.

Namun kedua cara tersebut harus dilakukan melalui Rapat umum Pemegang saham sebagaiman telah diutarakan sebelumnya, yaitu berdasarkan keputusan RUPS yang sah dengan dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 2/3 (dua per tiga) bagian dari jumlah seluruh saham perseroan dengan hak suara yang sah, dan disetujui oleh paling sedikit 2/3 (dua per tiga) bagian dari jumlah suara tersebut.
Inilah yang dinamakan "treasury stock" yaitu saham yang telah dikeluarkan oleh perseroan dan kemudian diambil kembali. Saham tersebut dapat dipegang dalam treasury perseroan dalam jangka waktu tak terbatas, dikeluarkan kembali untuk masyarakat atau dibeli kembali. Bedanya dengan saham biasa adalah, saham treasury tidak memperoleh deviden dan tidak dapat dipergunakan dalam pemungutan suara, karena selama dipegang oleh perseroan, saham treasury tidak mempunyai hak suara.

Treasury stock

· Stock wich has been issued as fully paid to stockholders and subsequaently reacquired by the corporation to be used by it in furtherance of its corporate purposes; (Black's Law Dictionary)

· Common or preferred stock issued by a company and alter reachquired by it. The stock may be used for a variety of corporate purposes such as a stock bonus plan for management and employees or to acquire another company, and it may be held indefinitely, resold, or retired. while held in the company treasury, the stock earns no devidens and has no vote in company affairs. (Law Dictionary by Steven H.Gifis).



2. Pengurangan Modal

Pengurangan Modal Perseroan hanya dapat dilakukan berdasarkan keputusan RUPS, yang dilaksanakan sesuai dengan keputusan mengenai panggilan rapat, kuorum, dan jumlah suara untuk perubahan Anggaran Dasar (Pasal 35 UUPT). Yang dimaksudkan dengan Pengurangan Modal adalah pengurangan modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor. Untuk pengurangan modal perseroan tersebut; Direksi wajib memberitahukan secara tertulis keputusan tersebut kepada semua kreditor dan mengumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia 2 (dua) surat kabar harian paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal keputusan.

Dalam waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak pengumuman itu kreditor dapat mengajukan keberatan secara tertulis disertai alasannya kepada perseroan atas keputusan pengurangan modal dengan tembusan kepada Menteri Kehakiman RI.
Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak keberatan diterima, perseroan wajib memberikan jawaban atas keberatan yang diajukan disertai alasannya, antara lain berupa jaminan bahwa perseroan akan memenuhi kewajiban-kewajibannya kepada kreditor.

Apabila perseroan menolak keberatan atau tidak memberikan penyelesaian yang disepakati kreditor, maka dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak jawaban perseroan diterima, kreditoe dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri di daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan.
Pengurangan modal berlaku setelah Perubahan Anggaran dasar mendapat persetujuan Menteri Kehakiman RI. Persetujuan Menteri Kehakiman RI tersebut hanya diberikan apabila:

1. tidak terdapat keberatan tertulis dari kreditor dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak pengumuman dalam Tambahan Berita Negara RI serta 2 (dua) surat kabar harian paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal diputuskan.
2. Telah dicapai penyelesaian atas keberatan yang diajukan kreditor; atau
3. Gugatan kreditor telah mendapat putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. (pasal 38 ayat (1) UUPT).

Perubahan anggaran Dasar disertai persetujuan Menteri Kehakiman tentang pengurangan modal harus didaftarkan dalam Daftar Perusahaan di Kantor Pendaftaran Perusahaan, dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI sesuai dengan ketentuan dalam pasal 21 dan pasal 22 UUPT.
Pengurangan modal harus dilakukan atas setiap saham atau atas semua saham dari klasifikasi saham yang sama secara seimbang, dengan maksud untuk mecapai keseimbangan diantara pemegang saham, sebagai akibat pengurangan modal. Penarikan tersebut mematikan saham yang telah dibeli sehingga tidak dapat dikeluarkan kembali.
Apabila terdapat lebih dari satu klasifikasi saham, keputusan pengurangan modal hanya dapat diambil sepanjang sesuai dengan keputusan yang telah terlebih dahulu diambil dalam rapat pemegang saham dari klasifikasi tersebut yang haknya dirugikan oleh keputusan pengurangan modal.



3. Penambahan Modal

Penambahan modal perseroan yaitu modal dasar, modal ditempatkan dan modal disetor, hanya dapat dilakukan berdasarkan keputusan RUPS yang sah, yaitu apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai panggilan rapat, kuorum, dan jumlah suara untuk perubahan Anggaran Dasar sesuai dengan ketentuan UUPT dan atau Anggaran Dasar.

Rapat Umum Pemegang Saham dapat menyerahkan kewenangan untuk memberikan persetujuan sebagaimana di maksud di atas kepada Komisaris untuk waktu paling lama 5 (lima) tahun. Penyerahan kewenangan tersebut sewaktu-waktu dapat ditarik kembali oleh RUPS. Dalam hal Anggaran Dasar tidak menentukan lain, seluruh saham yang dikeluarkan dalam penambahan modal harus terlebih dahulu ditawarkan kepada setiap pemegang saham, seimbang dengan pemilikan saham untuk klasifikasi saham yang sama (proportionally). Apabila pemegang saham tidak menggunakan hak untuk membeli saham tersebut setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak penawaran, perseroan menawarkan kepada karyawan mendahului penawaran kepada orang lain untuk memberi jumlah tertentu atas saham tersebut. Ketentuan mengenai saham yang ditawarkan kepada karyawan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
loading...

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »