KEPUTUSAN
DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA
Nomor : 108/DIKTI/Kep/2001
Tentang
PEDOMAN PEMBUKAAN PROGRAM STUDI DAN / ATAU JURUSAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 234/U/2000 TENTANG PENDIRIAN PERGURUAN TINGGI
DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN NASIONAL,
Menimbang : a. Bahwa berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan
Nasional No. 010/O/2000, Direktorat Jenderal Pendidi-
kan Tinggi mempunyai tugas menyelenggarakan sebagian
tugas Departemen di bidang pendidikan tinggi berdasar-
kan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b. Bahwa Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No.
234/U/2000 tentang Pedoman Pendirian Perguruan Tinggi
perlu diatur Pedoman Pelaksanaannya.
Mengingat : 1. Undang - Undang Nomor 2 Tahun 1989;
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.60 Th.1999
3. Keputusan Presiden Republik Indonesia :
a. Nomor 44 Tahun 1974;
b. Nomor 61 Tahun 1998, sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Keputusan No. 192 Tahun 1998;
c. Nomor 85/M Tahun 1999;
4. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan :
a. Nomor 010/O/2000
b. Nomor 234/U/2000
c. Nomor 232/U/2000
Memperhatikan: Hasil Rapat Kerja Pembantu Rektor Bidang Akademik
Universitas /Institut Negeri, Pembantu Sekolah Tinggi
Negeri, Direktur Politeknik Negeri, Koordinator Kopertis
dan APTISI tanggal 5 s/d 7 Desember 2000
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
Pertama : Pengajuan usul pembukaan program studi dan/atau jurusan
dilaksanakan melalui tahapan-tahapan :
1. Usul pembukaan untuk dipertimbangkan pemberian ijin
penyelenggaraannya oleh pemrakarsa kepada Direktur
Jenderal Pendidikan Tinggi harus didahului dengan
kajian kelayakan akademik dan administratif untuk
memenuhi kriteria berikut :
a. Adanya prospek pekerjaan yang nyata bagi lulusan
program studi tersebut sehingga tidak menimbulkan
penganggur baru (didukung dengan data survei).
b. Kepastian bahwa dengan pendirian perguruan tinggi
dan pembukaan program studi baru tersebut tidak
mengakibatkan beban tambahan bagi pemerintah
(secara finansial) dan misi utama perguruan tinggi
tersebut masih tetap tertangani dengan baik.
c. Untuk menjamin tidak terjadinya kelebihan pasok
lulusan, maka program studi yang diusulkan dapat di
tutup dan dibuka sesuai dengan kebutuhan. Untuk itu
diperlukan kemampuan melakukan relokasi sumberdaya
perguruan tinggi.
d. Pembukaan program studi baru memperhatikan keadaan
lingkungan yaitu penyelenggaraan program studi oleh
perguruan tinggi lain sekitarnyan atau di wilayahnya
sehingga tidak terjadi persaingan yang tidak sehat
antar perguruan tinggi.
e. Pembukaan Jurusan baru dapat menjanjikan peningkatan
pemanfaatan sumberdaya pendidikan tinggi yang ada
dan meningkatkan layanan penyelenggaraan pendidikan
tinggi.
f. Pembukaan Jurusan baru tidak akan menimbulkan per-
gesekan internal dalam perguruan tinggi sehingga
menurunkan mutu kinernanya.
2. Pemberian pertimbangan persetujuan dan/atau penolakan
untuk penyelenggaraan program studi dan/atau jurusan
oleh Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi diberikan
setelah melakukan kajian terhadap aspek pemenuhan
persyaratan minimal akademik dan kelembagaan selambat-
lambatnya 1 (satu) bulan setelah kajian tersebut di
terima oleh Ditjen Dikti.
3. Setelah pertimbangan persetujuan diberikan oleh Direktur
Jenderal Pendidikan Tinggi, maka tahapan pengajuan usul
persetujuan pembukaan selanjutnya adalah sebagai berikut:
Kedua : Pengajuan usul persetujuan pembukaan diberikan oleh
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, maka tahapan pengajuan
usul persetujuan pembukaan selanjutnya adalah sebagai
berikut :
a. Studi Kelayakan, dengan format sebagai berikut :
1. Pendahuluan.
Untuk program studi baru merupakan rangkuman dari
butir 1 a s/d d diktum "Pertama", sedangkan untuk
jurusan baru merupakan rangkuman butir 1 e dan f
diktum "Pertama",meliputi aspek-aspek berikut :
1) Kualifikasi yang dibutuhkan;
2) Gambaran jumlah kebutuhan;
3) Sumber masukan program;
4) Keberlanjutan program.
2. Kurikulum program studi yang diusulkan.
Berisikan gambaran mengenai bentuk program studi yang
ditawarkan, meliputi aspek-aspek sebagai berikut :
1) Kualifikasi kompetensi keluaran yang diharapkan;
2) Kurikulum;
3) Rujukan program yang digunakan.
3. Sumberdaya.
Berisikan gambaran mengenai kondisi sumberdaya yang
disediakan untuk melaksanakan program studi dan/atau
jurusan yang diusulkan, meliputi aspek-aspek berikut :
1) Dosen;
2) Sarana & Prasarana;
3) Tenaga Administrasi & Penunjang Akademik.
4. Pendanaan.
Berisikan gambaran mengenai kebutuhan dana awal, dana
operasional dan pemeliharaan serta kebutuhan dana
lainnya, disertai dengan gambaran mengenai sumber -
sumber yang ada untuk memenuhi kebutuhan tersebut,
dalam bentuk :
1) Kebutuhan dana investasi;
2) Kebutuhan dana-dana orperasional dan pemeliharaan;
3) Penerimaan internal;
4) Penerimaan eksternal.
5. Manajemen Akademis.
Berisi gambaran mengenai bagaimana program studi dan
atau jurusan tersebut akan dikelola, bagaimana rencana
pengembangan program studi baik untuk jangka pendek
(1-3 tahun ke depan), jangka menengah (5-10 tahun ke
depan) maupun jangka panjang (15-25 tahun ke depan),
bagaimana sumberdaya yang ada akan dikelola dan di-
kembangkan tanpa mengganggu program studi lain serta
bagaimana mutu akademik program studi tersebut akan di
bina. Dukungan kerjasama yang ada akan sangat memban-
tu pengembangan program studi dan/atau jurusan tersebut
Bagian ini harus berisikan paling tidak hal-hal sebagai
berikut :
1) Rencana pengembangan program studi;
2) Manajemen sumberdaya;
3) Manajemen mutu akademis;
4) Dukungan kerjasama.
6. Kesimpulan.
Memberikan gambaran umum bagaimana program studi dan/
atau jurusan yang diusulkan akan memenuhi kebutuhan
yang ada, gambaran mengenai kelemahan-kelemahan dan
kekuatan dari program-program studi serta tantangan
umum yang akan dihadapi di masa depan, serta bagaimana
program studi dan /atau jurusan akan memposisikan diri
untuk menghadapi tantangan tersebut.
7. Lampiran:
Dokumen studi kelayakan ini dilampiri pula dengan :
1) Daftar kurikulum dan silabus;
2) Daftar dosen beserta mata kuliah yang dibina dan
fotocopy ijazah S1 dan yang lebih tinggi serta ijin
perbantuan bagi dosen dari PT lain atau instansi
lain;
3) Daftar riwayat hidup dosen;
4) Surat kesediaan mengajar/membina program studi;
5) Daftar tenaga Administrasi & Penunjang Akademik;
6) Daftar Sarana & Prasarana:
6.1. Ruang Kuliah;
6.2. Ruang Dosen;
6.3. Ruang Seminar;
6.4. Laboratorium;
6.5. Perpustakaan;
6.6. Fasilitas Komputasi;
6.7. Fasilitas teknologi informasi.
Fasilitas laboratorium, perpustakaan, komputasi,
teknologi informasi yang disebutkan, memenuhi per-
syaratan minimal untuk melakukan kegiatan pendidikan,
penelitian, dan pengabdian pada masyarakat sesuai
dengan jenjang dan jalur pendidikan.
6.7. Perlengkapan pendukung perkuliahan;
6.8. Daftar peralatan laboratorium;
6.9. Daftar buku-buku/dokumen yang mendukung, dll.
7) Daftar fasilitas fisik pendukung :
7.1. Ruang administrasi;
7.2. Ruang rapat/pertemuan;
7.3. Ruang fasilitas umum pendukung lainnya;
7.4. Peralatan pendukung administrasi;
7.5. Kendaraan; dll.
8) Dokumen-dokumen pendukung lainnya, seperti perjanjian
kerjasam/MOU, rekomendasi dan lain-lain.
b. Rencana Induk Pengembangan (RIP);
c. Statuta;
Dengan berpedoman kepada Keputusan Menteri Pendidikan
Nasional No. 234/U/2000.
Masing-masing dokumen tersebut disampaikan 2 (dua)
rangkap.
Ketiga : Usul pembukaan program studi dan/atau jurusan akan dikaji
secara seksama atas dasar data dan informasi yang tercantum
dalam berkas usul yang validitasnya/kebenarannya dicocokan
dengan rekaman data dan informasi yang terdapat di Kopertis
dan/atau data yang ada di Ditjen Pendidikan Tinggi. Hasil
penilaian usul pendirian baik yang disetujui maupun yang di
tolak akan disampaikan kepada pemrakarsa selambat-lambatnya
6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya dokumen
lengkap di Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Keempat : Prosedur permohonan usul pembukaan program studi dan/atau
jurusan oleh pemrakarsa ditujukan kepada Direktur Jenderal
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional melalui
Direktur Pembinaan Akademik dan Kemahasiswaan.
Kelima : Selama proses pembukaan masih berjalan, program tidak di-
perkenankan menerima mahasiswa.
Keenam : Ijin penyelenggaraan program studi baru dapat diberikan
setelah pemrakarsa membuat "Surat Pernyataan" kesanggupan
untuk menanggung segala akibat yang ditimbulkan bilamana
setelah dievaluasi sesuai "Diktum Ketujuh" ternyata program
studi tersebut dianggap tidak layak untuk dilanjutkan
operasinya.
Ketujuh : Ijin penyelenggaraan yang diberikan akan dievaluasi setelah
2 (dua) tahun untuk mengetahui kelayakan penyelenggaraaanya
dengan kemungkinan :
a. Program Studi layak untuk diteruskan penyelenggaraaannya
b. Penyelenggaraan Program Studi harus dihentikan dengan
segala konsekwensinya ditanggung oleh pemrakarsa.
Kedelapan : 1. Ketentuan ini berlaku bagi tambahan pendirian program
studi dan/atau jurusan;
2. Pendirian program studi dan/atau jurusan dapat dilakukan
bersamaan dengan pendirian perguruan tinggi, dengan
ketentuan disamping memenuhi semua persyaratan yang
telah ditetapkan dalam Keputusan ini juga memenuhi semua
persyaratan yang telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri
Pendidikan Nasional No. 234/U/2000.
Kesembilan : Dengan berlakunya keputusan ini, maka semua ketentuan yang
bertentangan dengan Keputusan ini dinyatakan tidak berlaku
lagi.
Kesepuluh : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 30 April 2001
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi
ttd
Satryo Soemantri Brodjonegoro
NIP. 130 889 802
SALINAN Keputusan ini disampaikan kepada :
1. Menteri Pendidikan Nasional
2. Inspektur Jenderal Departemen Pendidikan Nasional
3. Sekretaris Jenderal Departemen Pendidikan Nasional
4. Kepala Balitbang pada Departemen Pendidikan Nasional
5. Semua Dirjen dalam lingkungan Departemen Pendidikan Nasional
6. Semua Sekretaris Ditjen, Itjen dan Balitbang dalam lingkungan Depdiknas
7. Semua Direktur dalam lingkungan Ditjen Dikti
8. Semua Koordinator Kopertis
9. Semua Universitas, Institut, Sekolah Tinggi, Politeknik dan Akademi
Negeri dalam lingkungan Depdiknas
10. Badan Kepegawaian Negara
Disalin sesuai dengan aslinya
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan Nasional
KaBag. Tatalaksana dan Kepegawaian
ttd
Drs. Syuaiban Muhammad
NIP. 130 818 954
lampiran
http://www.dikti.org/lamp4sk108-2001a.gif
http://www.dikti.org/lamp_1_sk1082001.htm
http://www.dikti.org/lamp2sk108-2001a.gif
http://www.dikti.org/lamp3sk108-2001a.gif
Lampiran Kepmendikbud Nomor 222/U/1998
SALINAN
KEPUTUSAN
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 222/U/1998
TENTANG
PEDOMAN PENDIRIAN PERGURUAN TINGGI
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN,
Menimbang :
a. Bahwa dengan meningkatnya hubungan internasional dalam era globalisasi,
perlu mengatur pendirian perguruan tinggi sebagai pedoman hubungan
kerjasama di bidang pendidikan dan upaya meningkatkan mutu sumber daya
manusia yang diperlukan dalam pembangunan nasional;
b. bahwa sehubungan dengan itu dipandang perlu menetapkan Pedoman
Pendirian Perguruan Tinggi;
Mengingat :
1. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1990 sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 1998;
3. Keputusan Presiden Republik Indonesia:
a. Nomor 44 Tahun 1974;
b. Nomor 61 Tahun 1998 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden
Republik Indonesia Nomor 102 Tahun 1998;
c. Nomor 122/M Tahun 1998;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG
PEDOMAN PENDIRIAN PERGURUAN TINGGI
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :
1. Perguruan tinggi adalah akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut
dan universitas.
2. Perguruan tinggi negeri selanjutnya disebut PTN adalah perguruan tinggi
yang diselenggarakan oleh Menteri.
3. Perguruan Tinggi kedinasan selanjutnya disebut PTK adalah akademi,
politeknik atau sekolah tinggi yang diselenggarakan oleh Menteri lain
atau pimpinan lembaga pemerintah non departemen (LPND).
4. Perguruan tinggi swasta selanjutnya disebut PTS adalah perguruan tinggi
yang diselenggarakan oleh BP-PTS.
5. Perubahan bentuk perguruan tinggi adalah :
a. Perubahan bentuk dari satu perguruan tinggi menjadi bentuk lain;
b. Penggabungan dari dua atau lebih bentuk perguruan tinggi;
c. Pemecahan dari satu bentuk perguruan tinggi menjadi beberapa bentuk
perguruan tinggi lain.
6. Akademi adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan program
pendidikan profesional dalam satu cabang atau sebagian cabang ilmu
pengetahuan, teknologi atau kesenian tertentu.
7. Politeknik adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan program
pendidikan profesional dalam sejumlah bidang pengetahuan khusus.
8. Sekolah tinggi adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan
profesional dan akademik dalam lingkup satu disiplin ilmu pengetahuan,
teknologi atau kesenian tertentu.
9. Institut adalah perguruan tinggi yang di samping menyelenggarakan
pendidikan akademik dapat pula menyelenggarakan pendidikan profesional
dalam sekelompok disiplin ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian
sejenis.
10. Universitas adalah perguruan tinggi yang di samping menyelenggarakan
pendidikan akademik dapat pula menyelenggarakan pendidikan profesional
dalam sejumlah disiplin ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian
tertentu.
11. Fakultas adalah satuan struktural pada universitas atau institut yang
mengkoordinasikan dan/atau melaksanakan pendidikan akademik dan/atau
profesional dalam satu atau seperangkat cabang ilmu pengetahuan,
teknologi dan/atau kesenian tertentu.
12. Jurusan adalah unsur pelaksana akademik pada akademi, politeknik,
sekolah tinggi atau fakultas yang melaksanakan pendidikan akademik
dan/atau profesional dalam sebagian atau satu cabang ilmu pengetahuan,
teknologi dan/atau kesenian tertentu.
13. Bagian adalah jurusan yang tidak mempunyai program studi.
14. Program Diploma I selanjutnya disebut Program D I adalah jenjang
pendidikan profesional yang mempunyai beban studi minimal 40 satuan
kredit semester (sks) dan maksimal 50 sks dengan kurikulum 2 semester
dan lama program antara 2 sampai 4 semester setelah Sekolah Lanjutan
Tingkat Atas.
15. Program Diploma II selanjutnya disebut Program D II adalah jenjang
pendidikan profesional yang mempunyai beban studi minimal 80 sks dan
maksimal 90 sks dengan kurikulum 4 semester dan lama program antara
4 sampai 6 semester setelah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas.
16. Program Diploma III selanjutnya disebut Program D III adalah jenjang
pendidikan profesional yang mempunyai beban studi minimal 110 sks dan
maksimal 120 sks dengan kurikulum 6 semester dan lama program antara
6 sampai 10 semester setelah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas.
17. Program Diploma IV selanjutnya disebut Program D IV adalah jenjang
pendidikan profesional yang mempunyai beban studi minimal 144 sks dan
maksimal 160 sks dengan kurikulum 8 semester dan lama program antara
8 sampai 14 semester setelah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas.
18. Program Spesialis I selanjutnya disebut Program Sp I adalah jenjang
pendidikan profesional yang mempunyai beban studi minimal 40 sks dan
maksimal 50 sks dengan kurikulum 4 semester dan lama program antara
4 sampai 6 semester setelah pendidikan Program D IV atau sederajat.
19. Program Spesialis II selanjutnya disebut Program Sp II adalah jenjang
pendidikan profesional yang mempunyai beban studi minimal 40 sks dan
maksimal 50 sks dengan kurikulum 4 semester sampai 6 semester sesudah
Sp I atau sederajat.
20. Program Sarjana selanjutnya disebut Program S 1 adalah jenjang
pendidikan akademik yang mempunyai beban studi kumulatif minimal
144 sks dan maksimal 160 sks dengan lama program kumulatif antara
8 sampai dengan 14 semester setelah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas.
21. Program Magister selanjutnya disebut Program S 2 adalah jenjang
pendidikan akademik yang mempunyai beban studi kumulatif minimal
36 sks dan maksimal 50 sks dengan lama program kumulatif 4 sampai
10 semester setelah pendidikan Program S 1.
22. Program Doktor selanjutnya disebut Program S 3 adalah jenjang
pendidikan akademik yang mempunyai beban studi kumulatif minimal
84 sks dan maksimal 89 sks dengan lama program kumulatif antara
8 sampai 14 semester setelah pendidikan Program S 1.
23. Program studi adalah kesatuan rencana belajar sebagai pedoman
penyelenggaraan pendidikan akademik dan/atau profesional yang
diselenggarakan atas dasar suatu kurikulum serta ditujukan agar
mahasiswa dapat menguasai pengetahuan, keterampilan dan sikap yang
sesuai dengan sasaran kurikulum.
24. Menteri adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
25. Menteri lain adalah Menteri yang bertanggungjawab atas penyelenggaraan
perguruan tinggi di luar lingkungan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
26. Menpan adalan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara.
27. LPND adalah lembaga pemerintah non departemen.
28. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi.
29. Kopertis adalah Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta.
30. BP-PTS adalah badan penyelenggara PTS yang berbentuk yayasan,
perkumpulan sosial dan/atau badan wakaf yang menyelenggarakan PTS.
Pasal 2
(1) Pendirian perguruan tinggi merupakan pembentukan akademi, politeknik,
sekolah tinggi, institut dan/atau universitas yang menyelenggarakan
program pendidikan tinggi dalam bidang ilmu yang terdiri atas kelompok
ilmu pengetahuan alam (IPA) dan/atau ilmu pengetahuan sosial (IPS).
(2) Akademi terdiri atas satu jurusan atau lebih yang menyelenggarakan
Program D I, Program D II, dan/atau Program D III.
(3) Politeknik terdiri atas tiga jurusan atau lebih yang menyelenggarakan
Program D I, Program D II, Program D III, dan/atau Program D IV.
(4) Sekolah Tinggi terdiri atas dua jurusan atau lebih yang
menyelenggarakan Program D I, Program D II, Program D III, dan/atau
Program D IV, dan yang memenuhi syarat dapat menyelenggarakan Program
Sp I, Program Sp II, Program S1, Program S2, dan/atau Program S3.
(5) Institut terdiri atas tiga fakultas atau lebih yang menyelenggarakan
Program S 1 dan/atau Program Diploma dan masing-masing terdiri atas
dua jurusan atau lebih yang menyelenggarakan satu atau lebih program
studi dan yang memenuhi syarat dapat menyelenggarakan Program S 2,
Program S 3, Program Sp I dan Program Sp II.
(6) Universitas terdiri atas 3 (tiga) fakultas kelompok IPA dan 2 (dua)
fakultas kelompok IPS atau lebih yang menyelenggarakan Program S 1
dan/atau Program Diploma dan masing-masing terdiri atas dua jurusan
atau lebih yang menyelenggarakan satu atau lebih program studi dan
yang memenuhi syarat dapat menyelenggarakan Program S 2, Program S 3,
Program Sp I, dan Program Sp II.
Pasal 3
Perguruan tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 mengembangkan
pendidikan tinggi yang diarahkan pada :
1. Pengembangan dan keseimbangan bidang ilmu, teknologi dan kesenian
dengan mengutamakan pengembangan ilmu pengetahuan alam (IPA) dan
penerapannya;
2. Peta pendidikan di suatu wilayah yang menggambarkan jumlah dan bentuk
perguruan tinggi yang sudah ada, jenis program studi yang
diselenggarakan, sebaran lembaga dan daya dukung wilayah yang
bersangkutan;
3. Pengembangan bidang ilmu yang strategis, dengan membatasi bidang ilmu
yang telah dianggap mencukupi kebutuhan pembangunan, dengan tidak
mengembangkan cabang/kelas jauh dari perguruan tinggi.
BAB II
PERSYARATAN
Pasal 4
Persyaratan pendirian perguruan tinggi meliputi:
1. rencana induk pengembangan (RIP);
2. kurikulum;
3. tenaga kependidikan;
4. calon mahasiswa;
5. sumber pembiayaan;
6. sarana dan prasarana;
7. penyelenggara perguruan tinggi.
Pasal 5
(1) RIP merupakan pedoman dasar pengembangan untuk jangka waktu sekurang-
kurangnya lima tahun.
(2) RIP memuat materi pokok:
a. Keadaan sekarang dan rencana pengembangan:
1) Bidang akademis, program kegiatan akademik, kurikulum, dosen,
mahasiswa, tenaga administrasi, perpustakaan, laboratorium dan
sejenisnya serta program pengabdian kepada masyarakat dan
penelitian bagi universitas, institut dan sekolah tinggi yang
menyelenggarakan pendidikan akademik;
2) Organisasi, kepegawaian dan sarana;
3) Pengembangan kampus;
4) Pembiayaan.
b. Tahapan pencapaian sasaran kualitatif dan kuantitatif dalam bidang
akademis, organisasi dan ketatalaksanaan serta pengembangan kampus.
(3) RIP disusun berdasarkan hasil studi kelayakan.
Pasal 6
Studi kelayakan mencakup :
1. Latar belakang dan tujuan pendirian perguruan tinggi;
2. Bentuk dan nama perguruan tinggi;
3. Rancangan statuta perguruan tinggi;
4. Lembaga penunjang kegiatan pendidikan, penelitian, pengabdian kepada
masyarakat, administrasi dan perangkat teknik lainnya seperti
laboratorium dan perpustakaan;
5. Dosen dan pengembangannya;
6. Tenaga administrasi dan rencana pengembangannya;
7. Sumber dana kegiatan pendidikan;
8. Tanah yang dimiliki/dikuasai untuk pembangunan kampus;
9. Bidang ilmu yang akan diselenggarakan;
10. Daya tampung mahasiswa dalam lima tahun mendatang;
11. Kebutuhan masyarakat akan tenaga ahli yang akan dihasilkan;
12. Prospek minat mahasiswa;
13. Fasilitas fisik yang ada seperti ruang kuliah, ruang dosen, ruang
laboratorium, studio, ruang unit pelaksana teknis, ruang instalasi,
dan ruang kantor serta rencana pengembangannya;
14. Pembiayaan selama lima tahun yang meliputi biaya investasi,
penyelenggaraan, dan proyeksi aliran dana;
15. Kesimpulan studi kelayakan yang meliputi analisis akademik dan
administratif, analisis keuangan, dan analisis pemenuhan kepentingan
masyarakat dan pembangunan.
Pasal 7
(1) Kurikulum ditetapkan oleh penyelenggara perguruan tinggi yang
bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Kurikulum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan bagian dari
program kegiatan akademik.
(3) Program kegiatan akademik memuat keterangan mengenai jurusan/bagian/
program studi, tujuan, silabi, peraturan akademik dan administratif
serta prospek lulusan perguruan tinggi, yang keseluruhannya itu
tersusun dalam buku pedoman/katalog.
(4) Program kegiatan akademik disusun berdasarkan semester.
Pasal 8
(1) Dosen tetap pada perguruan tinggi yang baru didirikan untuk setiap
program studi sekurang-kurangnya 6 (enam) orang dengan latar belakang
pendidikan sama/sesuai dengan program studi yang diselenggarakan.
(2) Program studi yang didalam penyelenggaraannya memerlukan dukungan
lebih dari saru jurusan/bagian, maka selain ketentuan ayat (1)
disyaratkan pula harus mempunyai dosen tetap dari masing-masing
jurusan/bagian pendukung.
(3) Pada perguruan tinggi yang baru didirikan secara mandiri maupun
melalui kerjasama dengan pihak asing dosen tetap sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) dapat digantikan dengan dosen kontrak
yaitu seseorang yang memenuhi syarat dosen yang dikontrak untuk masa
sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun, atau dosen perguruan tinggi asing
mitra kerjasama.
Pasal 9
Persyaratan yang berkenaan dengan jumlah dan kualifikasi dosen, unsur
pelaksana akademik, jumlah dan kualifikasi tenaga administrasi dan
penunjang akademik tercantum dalam Lampiran angka 1, 2, dan 3 keputusan
ini.
Pasal 10
Untuk setiap program pada Program Diploma dan Program S 1 jumlah calon
mahasiswa sekurang-kurangnnya 30 orang dan sebanyak-banyaknya disesuaikan
dengan nisbah dosen tetap dengan mahasiswa, untuk kelompok bidang
IPS 1 : 30 dan untuk kelompok bidang IPA 1 : 25.
Pasal 11
Sumberdaya pembiayaan perguruan tinggi disediakan oleh penyelenggara
perguruan tinggi yang bersangkutan untuk menjamin kelancaran
penyelenggaraan pendidikan tinggi sesuai dengan peranan, tugas, dan
fungsi perguruan tinggi.
Pasal 12
(1) Tanah tempat mendirikan perguruan tinggi dimiliki dengan bukti
sertifikat sendiri atau disewa/kontrak untuk sekurang-kurangnya
20 (duapuluh) tahun dengan hak opsi, yang dinyatakan dalam perjanjian.
(2) Sarana dan prasarana lainnya dimiliki sendiri atau disewa/kontrak
untuk sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun yang dibuktikan dengan
sertifikat atau perjanjian meliputi fasilitas fisik pendidikan dengan
ketentuan :
a. Ruang kuliah : 0,5 m2 per mahasiswa;
b. Ruang kantor : 4 m2 per orang;
c. Ruang perpustakaan dengan buku pustaka:
1) Program Diploma dan Program S 1:
a) buku mata kuliah dasar keahlian (MKDK) 1 judul per mata
kuliah;
b) buku mata kuliah keahlian (MKK) 2 judul permata kuliah;
c) jumlah buku sekurang-kurangnya 10% dari jumlah mahasiswa
dengan memperhatikan komposisi jenis judul;
d) berlangganan jurnal ilmiah sekurang-kurangnya 1 judul untuk
setiap akademi/politeknik, sekolah tinggi/fakultas;
2) Program S 2/Program Sp I untuk setiap program studi : 500 judul
buku dan berlangganan dua jurnal ilmiah pada bidang studi yang
relevan;
d. Ruang laboratorium dan unit komputer serta sarana untuk praktikum
dan/atau penelitian sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh
Direktur Jenderal;
(3) Sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sekurang-
kurangnya memenuhi persyaratan yang tercantum dalam Lampiran angka 4
keputusan ini.
Pasal 13
Penyelenggara perguruan tinggi terdiri atas Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, departemen lain atau LPND bagi PTN atau PTK atau BP-PTS bagi
PTS.
Pasal 14
(1) Pendirian perguruan tinggi di lingkungan Departemen Agama selain
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dengan Pasal
12 juga memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri Agama.
(2) Perguruan tinggi di lingkungan Departemen Agama sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) berbentuk akademi, sekolah tinggi atau institut.
Pasal 15
(1) Persyaratan pendirian PTS oleh BP-PTS selain tercantum dalam Pasal 4
sampai dengan Pasal 12 meliputi pula persyaratan:
a. BP-PTS tercatat pada Pengadilan Negeri setempat;
b. Ada jaminan tersedianya dana yang cukup untuk :
1) Penyelenggaraan program pendidikan selama dua tahun bagi akademi
dan politeknik;
2) Penyelenggaraan program pendidikan selama tiga tahun bagi
sekolah tinggi, institut, dan universitas.
(2) Pendirian PTS oleh BP-PTS dengan partisipasi asing, selain harus
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus
memenuhi persyaratan:
a. Adanya bauran nasional dan asing dalam kepengurusan BP-PTS;
b. Adanya dukungan dari perguruan tinggi di luar negeri yang sudah
memperoleh akreditasi di negaranya dalam bentuk:
1) dukungan manajemen, yaitu dukungan operasi pengelolaan bidang
akademik dan administrasi terhadap PTS yang akan didirikan;
2) dukungan dosen/instruktur, yaitu menempatkan tenaga pendidik
yang berpengalaman dari perguruan tinggi induk di luar negeri
pada PTS yang akan didirikan.
c. Dukungan sebagaimana dimaksud dalam butir b angka 2, sekurang-
kurangnya 7 (tujuh) tahun untuk program sarjana/pasca sarjana dan
5 (lima) tahun untuk program diploma.
Pasal 16
Persyaratan pendirian PTK selain tercantuk dalam Pasal 4 sampai dengan
Pasal 12 meliputi pula persyaratan :
1. menghasilkan lulusan yang jumlah dan/atau kualifikasinya belum dipenuhi
oleh PTN;
2. mahasiswa berasal dari pegawai pada Departemen/LPND yang bersangkutan
atau penugasan dari Departemen/LPND lain atau semua lulusannya diangkat
menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Departemen/LPND yang bersangkutan;
3. PTK berbentuk akademi, politeknik atau sekolah tinggi.
Pasal 17
Persyaratan perubahan bentuk perguruan tinggi sama dengan persyaratan
pendirian perguruan tinggi, dengan ketentuan:
1. Bagi perguruan tinggi negeri, telah meluluskan sekurang-kurangnya
10 (sepuluh) angkatan;
2. Bagi PTK telah meluluskan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) angkatan,
dan tidak berkembang menjadi bentuk institut/universitas;
3. Bagi PTS telah meluluskan sekurang-kurangnya 5 (lima) angkatan dengan
ketentuan semua ujian yang diselenggarakan dalam satu tahun dihitung
sebagai 1 (satu) angkatan ujian.
Pasal 18
(1) Penambahan/perubahan/penutupan fakultas pada PTN ditetapkan oleh
Menteri setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menpan.
(2) Penambahan/perubahan/penutupan fakultas pada PTS ditetapkan oleh
BP-PTS dan dilaporkan kepada Menteri.
(3) Penambahan/perubahan/penutupan, program studi dan Program S 2/Sp I
pada PTN ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
(4) Penambahan/perubahan/penutupan, Program studi dan Program S 2/Sp I
pada PTK ditetapkan oleh Menteri lain atau pimpinan LPND setelah
mendapat persetujuan Direktur Jenderal.
(5) Penambahan/perubahan/penutupan, Program studi, dan Program S 2/Sp I
pada PTS ditetapkan oleh BP-PTS setelah mendapat persetujuan Direktur
Jenderal.
BAB III
TATA CARA
Pasal 19
Tata cara pendirian perguruan tinggi meliputi:
1. Usul pendirian untuk dipertimbangkan;
2. Pemberian pertimbangan;
3. Pengajuan usul persetujuan pendirian;
4. Pemberian persetujuan;
5. Penetapan pendirian;
6. Penetapan statuta.
Pasal 20
Usul pendirian perguruan oleh pemrakarsa disampaikan kepada:
1. Direktur Jenderal bagi PTN dan PTK,
2. Direktur Jenderal melalui Kopertis bagi PTS dengan melampirkan
persyaratan pendirian perguruan tinggi dan hasil studi kelayakan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 6.
Pasal 21
Selambat-lambatnya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan, Direktur Jenderal
memberi pertimbangan kepada pemrakarsa tentang kemungkinan pendirian
perguruan tinggi.
Pasal 22
(1) Selambat-lambatnya dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun setelah
pertimbangan Direktur Jenderal yang memungkinkan pendirian perguruan
tinggi, pemrakarsa telah mengajukan usul persetujuan pendirian dengan
ketentuan telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 sampai dengan Pasal 17.
(2) Usul persetujuan pendirian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diajukan kepada:
a. Menteri, Menteri lain atau pimpinan LPND bagi PTN dan PTK melalui
Direktur Jenderal;
b. Menteri melalui Kopertis dan Direktur Jenderal bagi PTS dengan
melampirkan:
1) Referensi Bank dan bukti lain berkenaan dengan dana
penyelenggaraan PTS;
2) Akte Notaris Pendirian BP-PTS;
3) Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BP-PTS;
4) Surat keterangan tidak terlibat organisasi terlarang bagi
pengurus BP-PTS;
5) Sertifikat atau perjanjian sewa/kontrak tanah dan prasarana
fisik lainnya.
Pasal 23
(1) Atas dasar persetujuan pendirian sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 :
a. Menteri mengajukan usul persetujuan pendirian PTN kepada Menpan
dan menteri keuangan;
b. Menteri memberi atau menolak memberi rekomendasi PTK dan
persetujuan pendirian PTS.
(2) Atas dasar rekomendasi Menteri, Menteri lain atau pimpinan LPND
mengajukan usul persetujuan pendirian PTK kepada Menpan dan Menteri
Keuangan.
Pasal 24
Atas dasar persetujuan yang diberikan oleh Menteri,Menpan dan/atau
Menteri Keuangan :
1. Menteri:
a. Menetapkan pendirian PTN yang berbentuk akademi atau politeknik;
b. Mengajukan usul penetapan pendirian PTN yang berbentuk universitas,
institut atau sekolah tinggi kepada Presiden;
2. Menteri lain atau Pimpinan LPND :
a. Menetapkan pendirian PTK yang berbentuk akademi atau politeknik;
b. Mengajukan usul penetapan pendirian PTK yang berbentuk sekolah
tinggi kepada Presiden melalui Menteri;
3. BP-PTS menetapkan pendirian PTS.
Pasal 25
(1) Setelah ada ketetapan pendirian PTN atau PTK oleh Menteri, Menteri
lain,Pimpinan LPND atau Presiden sebagaimana dimaksud dalam pasal 24,
PTN dan PTK mengusulkan statuta perguruan tinggi yang bersangkutan
kepada Menteri melalui Direktur Jenderal,Menteri lain atau pimpinan
LPND untuk ditetapkan dengan keputusan.
(2) Setelah ada ketetapan pendirian PTS,BP-PTS menetapkan statuta PTS
yang bersangkutan atas usul senat.
Pasal 26
Setelah statuta ditetapkan,perguruan tinggi yang bersangkutan baru dapat
menyelenggarakan kegiatannya.
Pasal 27
Tata cara pendirian perguruan tinggi di lingkungan Departemen Agama
berlaku tata cara ketentuan pendirian PTK.
Pasal 28
Tata cara perubahan bentuk perguruan tinggi dan penambahan program studi
berlaku tata cara pendirian perguruan tinggi yang diatur dalam Keputusan
ini.
BAB IV
PELAPORAN
Pasal 29
Perguruan tinggi wajib menyampaikan laporan kepada Menteri keadaan sumber
daya perguruan tinggi sebagaimana dipersyaratkan dalam Lampiran angka
1,2,3,dan 4 Keputusan ini dengan disertai bukti-bukti selambat-lambatnya
setiap akhir tahun akademik.
BAB V
PEMBINAAN
Pasal 30
Menteri melakukan pembinaan perguruan tinggi yang dapat berupa :
1. Peningkatan bantuan penyediaan sumberdaya;
2. Pengurangan atau penghentian bantuan penyediaan sumberdaya bagi
program-program tertentu;
3. Penghentian pelaksanaan program-program tertentu;
4. Penangguhan untuk sementara otonomi pengelolaan perguruan tinggi yang
bersangkutan;
5. Pembinaan lainnya yang dipandang perlu; atau
6. Penutupan perguruan tinggi atau program Studi.
BAB VI
KETENTUAN LAIN
Pasal 31
Program pendidikan tinggi yang memberikan gelar akademik Magister atau
sebutan profesional Sp I hanya dapat diselenggarakan di Universitas,
institut atau Sekolah Tinggi yang memenuhi persyaratan yang diatur dalam
Keputusan ini.
Pasal 32
Dalam Melaksanakan kegiatan akademik, perguruan tinggi dapat menjalin
kerjasama dengan perguruan tinggi atau lembaga asing, setelah memenuhi
ketentuan yang berlaku.
Pasal 33
Perguruan tinggi atau lembaga asing dapat melaksanakan kegiatan pendidikan
di Indonesia melalui kerjasama dengan mitra kerja di Indonesia, baik
dengan perguruan tinggi yang sudah ada atau secara bersama mendirikan
perguruan tinggi baru.
Pasal 34
(1) Perguruan tinggi atau program studi yang pendiriannya telah memperoleh
ijin dari Menteri, selambat-lambatnya dalam waktu 5 (lima) tahun
diakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT).
(2) Perguruan tinggi atau program studi yang telah memperoleh ijin Menteri
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang belum diakreditasi oleh
BAN-PT, mendapat status sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 35
Penyelenggaraan Program S3,Sp II dan hal-hal lain yang belum diatur dalam
Keputusan ini akan diatur dalam ketentuan tersendiri.
Pasal 36
Dengan berlakunya Keputusan ini, Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 0686/U/1991 dan 0343/U/1994,dan semua ketentuan yang
bertentangan dengan Keputusan ini dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 37
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 7 September 1998
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN,
ttd.
Prof. Dr. Juwono Sudarsono,M.A.
SALINAN Keputusan ini disampaikan kepada :
1. Semua Menteri dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen,
2. Sekretaris Jenderal Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
3. Inspektur Jenderal Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
4. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan,
5. Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Sekretaris
Inspektorat Jenderal Departemen pendidikan dan kebudayaan,
6. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan,
7. Semua Rektor Universitas/Institut, Ketua Sekolah Tinggi dan
Direktur Politeknik/Akademi dilingkungan Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan,
8. Semua Koordinator Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta,
9. Kepala Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara setempat,
10.Kepala Badan Pemeriksa Keuangan Departemen Keuangan,
11.Komisi VII DPR-RI,
Salinan sesuai dengan aslinya.
Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Kepala Bagian Penyusunan Rancangan
Peraturan Perundang-undangan,
loading...