Anatomi Hukum Rimba di Perkotaan

Anatomi Hukum Rimba di Perkotaan: Studi Abuse of Power Oknum RT/RW & Kelurahan



Banyak anggapan yang mengatakan bahwa hukum Indonesia aklan mengalami perbaikan sejak program reformasi digulirkan. Berbagai tindakan dan amandemen UUD dilakukan untuk mendorong terciptanya sistem hukumyang lebih adil dan menjangkau semua lapisan masyarakat.

Namun ternyata setelah beberapa tahun reformasi, sistem hukum di Indonesia tetap juga mengalami berbagai kelemahan dan kekurangan yang sepertinya dibiarkan begitu saja. Mengapa dikatakan, karena kelemahan-kelemahan yang berbentuk kevakuman dan kekosongan hukum tersebut terjadi kasat mata dan tidak ada political will dari orang-orang yang melihantnya untuk mengubahnya.

Kevakuman hukum dalam ruang-ruang hukum publik tersebut tampak bagai ruangan hampa udara atawa hukum yang seringkali malah terisi dengan hukum-hukum sampah yang dibuat sendiri oleh masyarakat yang ingin meraup keuntungan darinya.

Sebut misalnya contoh, di beberapa tempat di Jakarta, Tangerang, Depok, Bekasi atau Jabodetabek, banyak peraturan-peraturan lokal yang tidak sesuai dengan hukum dan UU di atasnya. Baik itu dalam peraturan RT, keputusan ketua RW, keputusan Kepada Desa, peratursan Lingkungan ataupun dusun yang semuanya bermuara dalam upaya menyengsarakan rakyat.


Sebagai warga negara, seorang dalam hidupnya hanya diharuskan oleh pemerintah untuk membayar pajak dan restribusi sebagai bagian dari upaya untuk memajukan negara. Negara dalam hal ini memberikan kewajibannya dalam menciptakan iklim bernegara dengan baik, memberikan perlindungan dan lain sebagainya.

Namun, dalam kenyataan, banyak peraturan yang mengharuskan pungutan dan kewajiban untuk membayar iuran, upeti dan kewajiban lainnya yang tidak menentu akan diapakan uang itu.

Pertanyaan paling mendasar adalah, untuk apakah uang atau iuran tersebut dilakukan. Menurut pengakuan berbagai oknum RT/RW yang memungutnya, tujuannya adalah untuk pembiayaan kegiatan RT dan pengamanan, pembangunan beberapa fasilitas di lingkungan tersebut karena selama ini tidak pernah diperhatikan oleh desa.

Logika orang yang dewasa pemikirannya jawabannya adalah, kalau tidak ada dana dari pihak desa, maka yang perlu disalahkan dan dituntut adalah pihak desa, pihak kecamatan dan pihak kabupaten/kotamadya yang bersangkutan. Karena toh rakyat telah membayar pajaknya kepada negara.

Sepertinya banyak orang yang berebut menjadi ketua RT bukan karena posisi ini mempunyai tanggung jawab dalam mengayomi warganya. Namun karena sebagai ketua RT dapat membuat keputusan yang mengarah kepada pemaksaan kepada warga dan rakyat untuk membayar upeti dan iuran dan di lain pihak negara tidak dapat mengintervensinya karena peraturan dan ketentuan mengenai hal tersebut belum tersentuh dan dijangkau oleh hukum yang berlaku.

Peraturan-peratursan yang dikeluarkan oleh RT/RW tersebut merupakan hukum rimba yang mengisi kekosongan hukum yang berlaku. Tidak jelas apakah warga dapat menuntut ketua RT yang sewenang-wenang tersebut karena dalam hitam di atas putih dikatakan sumbangan tak wajib, namun dalam kenyataannya bila tidak membayar maka akan mengalami hukuman berupa isolasi dan berbagai hukuman sosial lainnya.
loading...

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »