Halaqah Ulama ASEAN 2016 di Bogor menghasilkan kesepahaman yang diberi judul "Komitmen Bogor" (Bogor Commitment). Kepala Bidang Litbang Pendidikan Nonformal/informal Muhamad Murtadlo, Jumat (16/12), menjelaskan bahwa naskah kesepahaman ini diperlukan untuk meningkatkan diplomasi keagamaan dalam rangka mensukseskan terbentuknya masyarakat ASEAN dalam pilar kesatuan sosial budaya.
Komitmen Bogor ditandatangani oleh peserta perwakilan negara-negara ASEAN yang terdiri dari Indonesia, Thailand, Malaysia, Brunai. Sementara duta dari Singapura, mengambil sikap menjadi saksi penandatangan naskah tersebut, karena harus mengkonsultasikan hal ini kepada beberapa pihak di negaranya, dilaporkan kemenag.go.id.
Dari Indonesia diwakili oleh dua pihak. Dari pihak perorangan diwakili Mantan Dubes RI di Libanon KH Abdullah Sarwani, dan mewakili institusi ditandatangani oleh Ketua Rabithah Maahidil Islamy (RMI) KH Abdul Ghaffar Rozin.
Sementara dari duta negara ASEAN, diwakili utusan masing-maisng, yaitu Dr. Ahmad Kamil Haji Yusof (Patani, Thailand Selatan), Dr. Haji Norafan Bin Haji Zainal (Brunai Darussalam), Prof. Dr. Mohd Syukri Yeoh Abdullah (Malaysia). Penandatanganan ini disaksikan oleh semua ulama dan kyai yang hadir pada acara Halaqah tersebut. Adapun isi "Komitmen Bogor" iniselengkapnya adalah sebagai berikut:
Pada hari ini Kamis tanggal Lima Belas bulan Desember tahun Dua Ribu Enam Belas Masehi bertepatan dengan bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW tanggal Lima Belas bulan Rabiul Awwal tahun Seribu Empat Ratus Tiga Puluh Sembilan Tijriyah yang bertempat di Hotel Salak The Heritage kami yang bertanda tangan di bawah ini setelah melaksanakan Halaqah Ulama Asean 2016 bersama-sama menyatakan sepakat dan setuju untuk membuat kesepahaman bersama dan membuat usulan serta mendorong kepada masyarakat ASEAN sebagai berikut:
1. Mensosialisasikan Islam Wasathiyah sebagai penjabaran Islam rahmatan lil alamin.
2. Membuat forum ilmiah bersama.
3. Membuat program bersama guna meningkatkan kualitas pesantren di negara-negara ASEAN.
4. Pertukaran santri dan guru (santri and teacher exchange) tingkat ASEAN.
5. Membuat pertemuan ulama dan majelis kerjasama tingkat ASEAN.
6. Menyerukan penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia dalam beragama di wilayah ASEAN dan bersama-sama menanggulangi berkembangnya radikalisasi agama di Asia Tenggara dan dunia internasional.
7. Membuat kerjasama program pengembangan ekonomi, sosial, dan budaya pesantren dan kegiatan lain yang mendukung.
Menurut Murtadlo, Naskah Kesepahaman ini merupakan respon dari harapan beberapa narasumber yang hadir sekaligus usulan peserta yang mengharapkan agar silaturahmi ulama se-ASEAN terus dilaksanakan.
Sebelumnya, lanjut Murtadlo, Kepala Badan Litbang dan Diklat Abd Rahman Masud dalam kesempatan ramah tamah antar delegasi memunculkan usulan tentang pentingnya forum halaqah ini menghasilkan kesepahaman untuk bisa memajukan komunikasi dan kerjasama dalam pengembangan pesantren di Asean. Masud juga sempat melontarkan gagasan kemungkinan pertukaran santri antar negara bahkan juga bisa berupa menggagas prototype pesantren bersama ASEAN.
Senada dengan Masud, KH Abdul Ghaffar Rozin menyatakan, forum Halaqah ini sangat disayangkan jika tidak menghasilkan kesepahaman bersama. Menurut Rozin, sudah waktunya para ulama di ASEAN saling bahu membahu dan bekerjasa untuk mengembangkan Islam Washatiyah dalam merespon globalisasi. Salah satu gagasannya adalah merevitalisasi peran pesantren serta lembaga pendidikan Islam sejenis di ASEAN. Dikatakan Rozin, pesantren, zawiyah, pondok terbukti telah menjadi lembaga tradisional yang turut menjaga dan melestarikan Islam wasathiyah di masyarakat ASEAN.
Azyumardi Azra dalam pemaparannya bahkan menggarisbawahi Islam Wasathiyah sebagai ciri utama bahkan kelebihan dari corak Islam di Asia Tenggara. Menurutnya, di banyak negara Islam, bahkan di Timur Tengah, kehidupan keberagamaan tidak lebih baik bahkan senyaman di Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Di Indonesia, umat Islam bisa dengan mudah melaksanakan ibadah, karena di berbagai sudut tempat ada mushala. Di Timur Tengah yang menjadi sumber Islam malahan tidak tersedia kemudahan ibadah seperti itu.
Azyumardi menilai hal itu terjadi karena keberhasilan Islam di nusantara ini mendialogkan kehadiran agama dengan budaya lokal yang ada. Karena itu, Islam wasathiyah yang telah menjadi khazanah utama Islam di Asean Tenggara ini perlu terus ditingkatkan.
Halaqah Ulama ASEAN 2016 di Bogor dibuka oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla (Wakil Presiden) didampingi Menag Lukman Hakim Saifuddin pada Selasa (13/12). Halaqah ini menghadirkan sejumlah narasumber, yaitu: Azyumardi Azra (Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah), KH Abdullah Sarwani (Mantan Duber RI di Libanon), KH Solahudin Wahid (Pengasuh Pesantren Tebuireng Jombang), Abd Rahman Masud (Kepala Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI), Munir Mulkhan (Guru Besar UIN Yogyakarta), Iik Mansurnoor (Visiting Profesor di Brunai).
Muhamad Murtadlo menyambut gembira dihasilkannya Bogor Komitmen ini. Menurutnya, naskah ini akan menjadi pegangan dan titik tolak untuk pelaksanaan Halaqah Ulama di tahun 2017. Kesepahaman ini sekaligus menandakan bahwa Badan Litbang Kementerian Agama semakin hadir dalam konteks regional ASEAN. Kesepahaman ini sekaligus menjadi salah satu jalan rintisan untuk pengembangan kerjasama riset pendidikan agama dan keagamaan di ASEAN, tandasnya.